Senin, 03 April 2017

berenang

test
tasetea
asdtasdfasd




test juga
adsfsafd
afdasfd


eteasdfadfasdf



Minggu, 26 Februari 2017

DeJaVu

Maap yaaach.. ini posting lamaa banget, harusnya sejak tahun 2014, tapi baru sempet sekarang...
Ini tentang tempat kelahiranku...

P . L . A . J . U
Plaju, sebuah tempat kecil sekitar 7-8 kilometer dari pusat kota Palembang. tidak banyak catatan di jagat maya tentang Plaju, karena memang tidak ada hal istimewa yg dapat diceritakan. Tetapi, bagi segelintir orang yang pernah tinggal di sana, tempat ini tak terlupakan. Kecil tapi tertata manis. Aaah kata siapa kecil. Plaju sebagian besar ditempati oleh aset dan properti milik Pertamina. sebagian sudah ada sejak Pertamina blum ada, dan ketika itu masih dimiliki oleh Stanvac, BPM, kemudian oleh Shell.
Salah satu dari segelintir orang tersebut adalah aku, yang selalu mencantumkan tempat lahir...PLAJU... bukan Palembang, seperti halnya lagu.... disana aku dilahirkan...... dibuai dibesarkan bunda.... tapi sayangnya tempat itu tak selamanya dapat kami tinggali sehingga kami menghabiskan hari tua jauh dari tempat tersebut (yaiyaaalaaah.. rumah punya kantor jugaaa...)

Apa saja yang ada di Plaju?

Untuk jaman dahulu kala, Plaju adalah kompleks perumahan modern. Semua fasilitas tersedia. Di dalam kompleks sudah ada masjid, gereja, sekolah, sport center (kolam renang, lapangan tenis), rumah sakit yang meskipun sekelas poliklinik tetapi lengkap dgn ruang rawat inap, ruang operasi,  UGD, dan ambulans, makam dan lain-lain. Dibandingkan dengan kondisi di luar, tinggal di dalam kompleks sungguh nyaman. Deretan rumah-rumah karyawan tanpa pagar. Jalan akses yang lebar dan terawat, saluran air lancar bebas genangan. Setiap rumah dilengkapi dengan ventilasi yang nyaman, halaman rumah sangat luas untuk bermain, jarak teras rumah cukup jauh dari jalan raya, air mengalir deras di dapur dan kamar mandi, saluran telepon internal kompleks. dan berbagai kemudahan lainnya. Pohon rindang tumbuh dimana-mana. Taman-taman terawat baik. Sebagian penghuni mengandalkan becak dan sepeda untuk transportasi di dalam kompleks, karena tidak ada angkutan umum. Setiap rumah memiliki sepeda lebih dari satu, bahkan sering kali jumlah sepeda sama dengan jumlah anggota keluarga di rumah tersebut. Anak-anak balita dibonceng orang tua dengan sepeda onthel, disimpan di keranjang rotan atau pada boncengan dengan kaki diikat kain agar tidak tersangkut jari-jari roda sepeda. Siang sepulang sekolah atau sore hari anak-anak berkeliling dengan sepeda. Guru dan murid menggunakan sepeda ke sekolah. Di sekolah, tersedia deretan besi untuk parkir sepeda.

Kakak-kakak, di depan salah satu deretan rumah. rumah-rumah tanpa pagar dengan halaman luas. Ini sekitar tahun 1971-1972
Masa Lalu

Naah... di tempat inilah aku dilahirkan. tempat pertama yang aku ingat adalah rumah jl.Bakung. Nomornya aku lupa. yang jelas rumahnya terletak satu rumah setelah perempatan. Rumah jl.Bakung ini berkamar 3. Ada halaman samping yang luas ditumbuhi pohon mangga, jambu batu, mengkudu dan sirsak. Di pojok belakang halaman ibu memelihara ayam dan di belakang kandang ayam ada segerombol pohon pisang. Tetangga sebelah kanan memiliki usaha rumah makan padang. Dari halaman rumah, aku sering mengintip dapurnya lewat jendela. Ada banyak panci dan kuali besar. Bau harum masakan padang kerap tercium ketika kami bermain.

Ibu dan bapak, ketika masih berputra 2 orang sajah, di depan rumah yang mereka tempati saat itu (bukan rumah jl. Bakung)

Di depan rumah yang sama, tapi putranya sekarang sudah 4 orang.

Bapak, berfoto di halaman masjid, dengan sepeda kebanggaanya. Sepeda ini masih sempat aku naiki tahun 1978
Bapak, ketika menjadi guru, bersama murid-muridnya, sepertinya yang ditandai spidol di sebelah kiri salah satu kakakku (kak Udin). Foto ini diambil tahun 1962 an sepertinya.

Bapak, masih dengan profesi yang sama, guru kelas 1. Foto ini diambil tahun 1976 an sepertinya.

Ada banyak cerita yang aku ingat di rumah pertama ini.
Pertama... musim anjing gila. Di rumah ini dapur terpisah dari rumah utama, untuk menuju dapur dan kamar mandi kita harus keluar dari pintu utama rumah. Saat itu agak banyak anjing berkeliaran. Konon ini anjing liar karena tidak menggunakan peneng, sejenis identitas kepemilikan hewan berupa kalung. Kakakku bilang anjing-anjing itu gila sehingga adik-adik yang masih kecil lari ketakutan kalo anjing itu datang. Ruang makan memiliki pintu dengan 2 daun pintu terbuka, menghadap halaman belakang. Sekali waktu saat sedang makan malam dan kami hilir mudik dari dapur menuju ruang makan, tiba-tiba datang segerombolan anjing ke halaman belakang. Keruan kakak-kakakku berlarian menutup pintu takut dengan anjing tersebut. Aku dan kakakku menutup pintu ruang makan, sementara kakak yang lain-lain terkurung di dapur. Dengan deg-degan aku mengintip dari kaca pintu. Karena waktu itu aku masih kecil, kakak menaikkan aku ke kursi makan agar bisa mengintip leluasa. Kursi tersebut kami senderkan ke pintu ruang makan. Terlihat 3 ekor anjing sedang mengais-ngais tempat sampah. Entahlah anjing gila atau bukan, tapi keliatannya memang anjingnya galak, atau waktu itu kami memang takut dengan anjing. Sedang asyik-asyik mengintip, tiba-tiba....brak...!! kursi yang aku naiki jatuh dan menabrak pintu sehingga pintu langsung terbuka lebar. Aku terjatuh, anjing-anjing itu lari kocar-kacir kaget. Maka keluarlah kakak-kakakku yang bersembunyi di dapur dan semua mentertawakan aku yang kesakitan gara-gara jatuh. Sejak itu kami jarang melihat anjing-anjing itu lagi. Konon keamanan kompleks menerapkan aturan baru, anjing-anjing yang tidak berpeneng  akan di"musnah"kan jika tidak jelas siapa pemiliknya.
Kedua.... kakakku kepalanya bocor gara-gara berkelahi. Kakakku yang laki-laki, kak Udin memang agak bengal, senang berkelahi dengan teman-temannya. Ternyata kali ini penyebab berkelahinya bukan karena bengal, tetapi gara-gara membela kakak iparku. Konon ketika itu, kakak perempuanku yang terbesar baru saja menikah dan kebetulan kakak iparku ini kepalanya botak.  Rupanya, banyak teman-teman kak Udin mengolok-olok si kakak ipar, mereka mengejek kak Udin dengan teriakan botak...botak... padahal kak Udin sama sekali tidak botak. Mendengar kakak iparnya diejek, maka berkelahilah kak Udin. Aku juga tidak tau persis bagaimana perkelahiannya, yang aku ingat kak Udin pulang dengan baju bersimbah darah. Aku ikut menangis karena panik, sementara ibu membersihkan luka kak Udin.  Aku mendengar ibu menasihati kak Udin untuk mengalah dan membiarkan orang yang mengejek.

kakak iparku yang botaknya sering dijadikan bahan ejekan anak-anak

Ketiga.... kakak perempuanku di'vonis' cacat. Adalah kakak perempuanku, kak Fauziah, yang paling cantik dengan wajah ke-arab2an, tetapi badannya kecil. Suatu sore ibu kedatangan tamu, dan aku melihat kak Fauziah diperiksa oleh tamu tersebut. Nampak tamu menjelaskan sesuatu dan nampak wajah ibu dan kak Fauziah sedih sekali. Memang sebelumnya kak Fauziah ini sudah sering sakit, tapi rupanya sang tamu menjelaskan penyebab sakitnya kak Fauziah. Ketika tamu pulang, aku mendekati ibu dan bertanya, kenapa ibu kelihatan murung dan sedih. Ibu bercerita bahwa kak Fauziah, setelah diperiksa di rumah sakit, dan dicek juga oleh tukang urut langganan ibu, nampaknya mengalami kelainan tulang belakang. Tulang belakang Kak Fauziah menjadi bengkok sehingga mengganggu perkembangan paru-paru. Itulah sebabnya kak Fauziah sering sesak napas, sering sakit batuk pilek dan lain-lain. Menurut cerita ibu, ketika kak Fauziah kecil, kak Fauziah pernah jatuh dari pohon gara-gara ikut-ikutan anak laki-laki main tarzan-tarzanan. Karena takut dimarahi ibu, kak Fauziah tidak cerita kepada ibu ketika jatuh, setelah beberapa lama, setelah beberapa kali sakit dan diperiksa dokter, barulah ibu bertanya, apakah kak Fauziah pernah jatuh? Tentunya sudah terlambat, karena mungkin tulang kak Fauziah sudah terlanjur cedera. Ibu masih berusaha memanggil beberapa tukang urut, tetapi tidak ada hasilnya. Ibu juga memeriksakan ke dokter dan bertanya apakah ada peluang dioperasi? Tapi menurut dokter, sulit jika dioperasi, karena itu tulang belakang sehingga khawatir mengganggu susunan syarafnya. Maka sejak saat itu, kak Fauziah makin jelas bungkuk tulang belakangnya, hingga akhir hayatnya.
Keempat, aku kena air panas. Alkisah kami memiliki beberapa pohon mangga di halaman samping. Ibu berusaha mencangkok pohon itu untuk ditanam di rumah salah seorang kerabat. Setiap hari ibu menyiram cangkokannya dan aku bertanya, untuk apa? Ibu menjelaskan, agar cabang itu dapat menjadi pohon baru. Naah, suatu malam, ketika aku minta dibuatkan susu, ibu belum sempat karena sibuk mengerjakan hal lain. Aku, yang merasa sudah cukup besar, naik ke kursi makan dan berusaha membuat susu sendiri. Ketika itu, termos air panas ditutup dengan tutup gabus.  Aku meraih termos air panas dan membuka tutup gabus. Aku berusaha menuangkan isinya ke gelas susu. Tapi... rupanya termos itu terlalu berat ketika dipegang miring. Pegangan terlepas, dan airnya langsung menyiram bagian perutku, karena waktu itu, setelah naik ke atas kursi pun, meja makan masih setinggi perutku. Langsung aku berteriak kepanasan dan ibu serta kakak-kakak yang lain berlarian ke arahku. Ibu memeriksa perutku dan kelihatan ibu khawatir. Rasanya memang sakit sekali. Ibu menyuruh kakak menelpon rumah sakit. Tidak lama kemudian, datang mobil ambulan di halaman depan. Dipangku ibu dan ditemani kakak aku dibawa ambulans ke rumah sakit.  Pulang dari rumah sakit perutku ditutup perban. Kakakku malah sibuk menggangu, menyebut perutku sekarang mirip pohon mangga, diberi cangkokan. Mungkin dari perut ini akan tumbuh pohon baru. Aku menangis ketakutan dan minta perbannya dibuka. Akhirnya ibu memarahi kakakku yang jail tersebut dan menjelaskan bahwa perban itu untuk menutup luka bakar.
Kelima, aku sendiri yang mengalaminya, dan memang agak fenomenal... diculik jin!!! Alkisah, setiap magrib kakak-kakakku selalu pergi mengaji. Aku sendiri yang belum ikut mengaji karena masih kecil. Mereka pulang hingga selesai Isya. Suatu sore, aku ingin sekali ikut mengaji. Saat azan magrib berkumandang, kakak-kakakku sudah sibuk akan berangkat mengaji. Aku merengek ingin ikut. Salah satu kakakku menyarankan aku untuk berwudhu dulu. Segera aku lari ke kamar mandi yang terletak di halaman belakang, terpisah dari rumah utama. Hari sudah mulai agak gelap. Aku mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup. Rupanya bapak masih di dalam kamar mandi, mungkin sedang berwudhu. Mendengar ketukanku, bapak bilang aku agar menunggu sebentar. Sambil menunggu bapak, aku menoleh ke arah halaman belakang. Entah apa yang aku lihat, yang jelas aku melihat kakakku seolah-olah sudah berangkat meninggalkan aku. Aku berteriak memanggil kakak untuk menunggu... mereka hanya menoleh dan melambaikan tangan. Aku langsung menyusul kakakku. Seingatku, aku melewati sejenis lapangan rumput yang cukup luas, sementara kakak-kakakku tampak di kejauhan. Tapi anehnya tidak pernah tersusul. Seingatku akhirnya aku menemukan masjid, kakak-kakakku terlihat masuk ke masjid dan mereka duduk jauh di depan, sementara aku mengintip-intip di pintu masjid. Tiba-tiba ada bapak-bapak menawariku masuk. Aku agak takut, tapi si bapak meyakinkan untuk masuk. Bahkan bapak ini kemudian memangku aku untuk duduk di dalam masjid. Stop... sampai situ ingatanku. Ternyata apa yang terjadi sebenarnya?
Sebenarnya, ketika membuka pintu kamar mandi, bapak langsung kaget karena aku tidak ada di depan pintu kamar mandi. Bapak segera masuk ke rumah dan bertanya ke yang lain. Tapi semua kakak bilang, dari tadi aku belum masuk kembali. Mereka kira aku diajak bapakku masuk ke kamar mandi. Sadar aku sudah menghilang tidak ada jejaknya, bapak dan seisi rumah mulai mencari. Mereka mencari di semua tempat, di kamar mandi, dapur, gudang, kolong tempat tidur, halaman samping, belakang. Tapi hasilnya nihil. Bapak mulai cemas, ibu apalagi. Segera bapak menghubungi semua tetangga meminta bala bantuan. Semua tetangga ikut mencari. Mereka mencari di setiap jengkal tanah di halaman rumah kami, juga di halaman rumah tetangga. Hasilnya nihil. Ketika sudah hampir putus asa, tetangga belakang tiba-tiba mengusulkan untuk mencari ulang, menyisir ulang semua tempat. Kali ini dia membawa obor besar, dan mulai membaca surat Yasin dan surat apapun yang dia ingat. Tindakannya diikuti oleh yang lain, jadi semua mencari sambil membaca ayat-ayat Al Quran dengan keras. Tanpa diduga, usaha ini berhasil. Tetangga belakangku, yang aku panggil dengan sebutan "Bang Buyung", menemukan aku duduk di atas tumpukan sampah, di pojok belakang rumah, di belakang kandang ayam. Padahal tempat itu sudah berkali-kali diperiksa sebelumnya. Begitu bang Buyung menemukan aku dan berteriak, semua datang menghampiri. Aku digendong bang Buyung pulang. Sebetulnya, saat itu, ketika semua mencari, aku sempat melihat bang Buyung lewat dengan obornya. Aku panggil-panggil, tapi bang Buyung dan yang lain-lain seperti tidak mendengar dan melihatku. Aku tidak merasa duduk di atas tempat sampah, tapi duduk di pangkuan bapak-bapak tadi. Ketika bang Buyung lewat kedua kali, aku tiba-tiba melihat sorotan senter dan obor di depan mata. Aku kaget dan wajah bang Buyung terlihat jelas. Aku digendong dan dibawa pulang. Bapak menyambutku dari gendongan bang Buyung. Menurut Bapak, aku diam nyaris tidak bersuara selama hampir 30 menit. Bapak, ibu, dan yang lain bertanya, kemana saja aku. Tapi aku diam tidak menjawab apa-apa. Akhirnya bapak menggendong dan menenangkan aku, sambil melantunkan ayat-ayat Al Quran, menggendong aku cukup lama. Berangsur-angsur aku mulai bicara dan pelan-pelan aku menjelaskan, apa yang aku rasakan tadi. Bapak terus menggendongku sampai aku tertidur. Sejak saat itu, ibu menerapkan aturan ketat, aku tidak boleh berada di luar rumah menjelang magrib, dan harus selalu ditemani oleh salah satu kakakku selama magrib. Aku juga konon berkelakuan agak aneh jika telat masuk rumah menjelang magrib. Di depan rumah ada pohon besar. Konon jika aku telat masuk rumah menjelang magrib, pasti aku menangis tanpa sebab melihat pohon tersebut. 
Peristiwa ini kenangan aku terakhir di rumah itu. Setelah itu, ibu mengajakku ke Jakarta untuk beberapa saat. Pulang kembali ke Plaju, ternyata ibu dan Bapak sudah pindah ke rumah yang baru, yang berjarak kira-kira 5 menit dari rumah lama.

Foto di rumah Jl. Bakung, Kak Fauziah (paling kiri) sudah terlhat membungkuk akibat bengkokan tulang belakangnya.


Di tempat ini, anggota keluarga kami cukup lengkap, setiap lebaran kami berkumpul, berfoto-foto, misalnya, duduk santai di kursi dekat jendela depan rumah.

Atau, berkumpul di teras rumah sehabis sholat Ied, dengan tanaman "kebangsaan" ibu, bunga Suplir berbagai jenis, dari yang kecil sampai yang besar.

Sehabis Shalat Ied thn 1971, Teras rumah Jl. Bakung, Kak Fauziah bersender di tiang
Di rumah kedua, Jl.Rampai, sebenarnya ada beberapa hal yang sempat aku ingat. Antara lain, rumah ini dipenuhi pohon mangga di halaman samping. Seingatku ada 5 pohon mangga besar-besar. Setiap musim buah mangga, ibu selalu sibuk membuat manisan mangga, dari mangga muda yang rontok tertiup angin. Pagar halaman adalah tanaman beluntas. Ibu sering menjemur seprai di pagar tersebut. Seprai yang dicuci dengan teknik "bleaching" jaman dahulu, alias di-kelantang (dicuci dengan sabun, tanpa dibilas, kemudian dijemur sampai kering, setelah kering, dicuci ulang baru dibilas hingga bersih, konon efektif memutihkan seprai). Aku juga bersekolah di SD yang persis berada di sebrang jalan samping rumah. SD.Bakaran, yang kebetulan juga tempat bapak mengajar. Pulang pergi sekolah, aku cukup menyebrang jalan.

SD Bakaran, letaknya di samping rumah Jl Rampai
Jika berasa lapar, aku segera berlari pulang untuk makan di rumah. Sejak kecil, ibu selalu melarang aku untuk jajan sehingga aku tidak pernah membawa uang jajan ke sekolah. Di rumah ini juga aku pernah mengalami "tersesat", tapi bukan di dalam kompleks.  Konon, sekali waktu, teman sebangkuku yang bernama Yulia, tidak masuk sekolah tiga hari lebih. Yulia tinggal di luar kompleks. Ketika masuk, Yulia menjelaskan sebab tidak sekolah karena ibunya baru saja melahirkan adik laki-laki. Woow... aku ingin sekali melihat bayi, adik laki-laki Yulia, yang menurut Yulia lucu sekali. Yulia dengan senang hati menawarkan untuk ke rumahnya. Aku bertanya, dekatkah rumahnya? Yulia bilang, dekat kok.. tiap hari juga Yulia jalan kaki pulang pergi sekolah. Aku tidak tahu kalau rumah Yulia di luar kompleks. Padahal untuk menuju gerbang keluar kompleks, ibu selalu menggunakan becak jika pulang berbelanja. Maka, pulang sekolah, tanpa pamit ke bapak, aku mengikut Yulia. Rupanya berjalan dengan teman asyik juga sehingga tidak terasa jarak yang sebegitu jauh bisa kami tempuh. Tentunya beberapa kali Yulia mampir di warung untuk jajan. Aku cuma bisa melihat karena aku tidak punya uang jajan.  Setelah berjalan cukup jauh, keluar kompleks, kami sampai di jalan raya, Yulia menyusur jalan raya cukup jauh, hingga sampai ke perkampungan di luar kompleks yang aku belum pernah kunjungi sebelumnya. Rumah Yulia terletak di dalam gang dan berbentuk rumah tradisional Palembang (rumah limas). Rumah panggung tinggi, tangga memutar menuju teras rumah.

Ilustrasi rumah Yulia (tapi itu bukan rumah Yulia lho.. cuma ya penampakannya mirip-mirip seperti itu lah)

Di kolong rumah, ada ayunan dan tempat bermain. Yulia mengajak aku naik dan tidak lama kemudian, keluarlah bapak dan ibunya. Bapak Yulia sangat ramah dan menawariku minum. Ibu Yulia datang sambil menggendong bayi dan memamerkan bayinya. Aku terkagum-kagum melihat bayi yang masih merah itu, yang kelihatan sangat lemah tapi lucu. Sementara aku melihat bayi, rupanya bapak Yulia sudah menyiapkan makan siang. Kami makan siang di ruang depan rumahnya yang dikelilingi jendela-jendela besar. Hidangan disajikan di piring-piring kecil, berupa masakan bersantan khas Palembang. Ada ayam masak nanas, sambal, dan lalapan. Setelah kenyang makan, Yulia mengajakku bermain dengan teman-temannya. Aku turun dan bermain di kolong rumah. Kami main ayunan dan petak umpet. Ketika lewat penjaja pempek keliling, Yulia menawari untuk membeli. Bapak Yulia membelikan sepiring kecil pempek dan aku makan sambil main ayunan. Rupanya azan Ashar sudah terdengar. Bapak Yulia mulai cemas dan mengingatkan Yulia untuk mengantar aku pulang. Sebelumnya, memang Yulia meyakinkan bapaknya kalau dia bisa mengantarkan aku pulang. Aku pulang diantar Yulia, tetapi, belum juga sampai di gerbang kompleks, Yulia berubah pikiran tidak jadi mengantarkan aku sampai rumah. Katanya capek dan tidak bisa mengantar jauh. Yulia bilang bahwa jalannya tidak susah, tinggal mengikuti jalan raya, hingga bertemu gerbang kompleks. Aku berjalan lagi, tidak punya pilihan, meskipun aku belum pernah sekalipun berjalan sendirian sejauh itu. Belum jauh aku berjalan, aku bertemu rombongan siswa kelas 6 pulang sekolah. Mereka menegurku.. lhooo kamu bukannya anak pak Guru? Iya.. aku bilang... mereka bilang.. harus segera pulang karena bapak sudah mencari-cari aku sejak siang tadi, dan seluruh siswa sekolah juga sibuk mencari. Mereka akhirnya berbalik mengantarkan aku kembali ke kompleks. Di tengah perjalanan aku bertemu bapak, yang rupanya sudah mendapat informasi bahwa kemungkinan aku ikut teman ke luar kompleks. Bapak mengayuh sepedanya cepat-cepat dan begitu ketemu aku, langsung aku digendong dan dipeluk bapak. Bapak menyimpan aku di boncengan sepeda dan segera mengayuh sepeda pulang ke rumah. Belum sampai di rumah, dari jauh aku melihat ibu berdiri di pagar halaman, melihat ke semua penjuru. Begitu terlihat sepeda bapak membonceng aku, segera ibu berlari menyongsong bapak. Ibu segera menurunkan aku dari boncengan dan menggendong hingga ke rumah. Ibu tidak marah, hanya mengingatkan aku untuk tidak ikut dengan sembarang orang. Ibu memandikan aku, menyisir rambut, dan menyuapi makan sore. Sejak saat itu, ibu selalu berusaha menyempatkan menjemput pas jam pulang sekolah.
Sebelum aku pindah ke Jakarta, sekali waktu rumahku dipakai latihan "Gambus" oleh murid-murid Bapak. Aku lihat mereka berlatih setiap siang hingga sore dipimpin oleh bapak. Mereka menyanyikan lagu-lagu Qasidahan. Karena sering mendengar, lama-lama aku hafal lagu tersebut. Aku bertanya, untuk apa Pak? Kata Bapak, mereka akan tampil di pembukaan acara olahraga di stadion Pertamina Bagus Kuning (Stadion Patra Jaya).  Ketika hari tampil tiba, mereka juga berkumpul di rumah, dan berganti kostum. Aku kagum dengan kostum yang mereka pakai. Rupanya mereka menggunakan kostum bergaya Aladin lengkap dengan sorban dan sepatu yang melengkung ujungnya. Bapak mengijinkan aku ikut ke stadion. Sampai di stadion aku juga terkagum-kagum melihat penampilan mereka. Mereka tidak hanya bernyanyi, ada juga yang memainkan tarian dengan pedang-pedangan. Aku bertahan di stadiun dan ikut rombongan bis pulang kembali ke kompleks. Aku selalu ingat bis yang digunakan untuk menjemput rombangan tersebut. Bis kecil berwarna biru, dan bapak menyebutnya bis Rosa (kayaknya bis Mitsubishi Fuso Rosa, Mid series)
Aku tinggal di rumah itu hingga naik ke kelas 2 SD, dan sejak itu aku benar-benar dipindahkan ibu ke Jakarta, menyusul kakak-kakak yang beranjak kuliah. Sejak itu, aku tidak pernah kembali lagi ke Plaju. Pernah sekali aku berlibur ke Plaju ketika kelas 5 SD (1978). Kesempatan berlibur aku gunakan sebaik-baiknya untuk bermain sepeda (karena di Jakarta sulit lahan bermain sepeda yang aman), menggunakan sepeda onthel milik bapak, dan berenang. Sayang liburannya juga tidak lama. Setelah satu minggu, aku harus kembali ke Jakarta, dan kali ini aku benar-benar tidak pernah kembali ke rumah itu lagi. Ketika aku ke Palembang tahun 1987, ketika sudah kuliah, bapakku sudah tidak tinggal di kompleks itu lagi. Aku bahkan tidak sempat berkunjung ke kompleks dan sibuk mengunjungi kerabat yang lainnya.
Anehnya, meskipun aku hanya tinggal sebentar di perumahan tersebut, kenangan akan setiap sudutnya terus membekas hingga kini. Aku masih ingat bak kamar mandinya yang sangat besar sehingga sering aku pakai "berenang". Aku juga ingat jendela kamarnya yang besar, dilengkapi terali besi, dengan daun jendela dari kayu berbentuk susun. Aku ingat semua pintu ke halaman belakang dibuat rangkap dua. Pintu kedua adalah pintu kawat nyamuk.  Aku ingat lemari tembok di ruang tengah, yang dilengkapi daun pintu besar, sering aku pakai mangkal untuk membaca buku cerita koleksi bapak. Aku ingat tempat tidur besar-besar dari besi, lengkap dengan lengkungan besi di atapnya untuk menyimpan kelambu. Sepulang sekolah, aku sering bermain dengan teman-teman. Kadang-kadang kami main hingga ke selokan besar di taman depan rumah. Di selokan itu, waktu itu, airnya cukup deras. Aku senang merendam kaki sambil duduk di tembok tepi selokan.

Napak Tilas

Setelah 27 tahun berlalu, akhirnya, September 2014, aku sempat berkunjung lagi ke Plaju. Rasa sensasinya sungguh luar biasa. Rasanya aku masih bisa mencium bau masakan ibuku. Rasanya aku masih bisa mendengar derit sepeda bapakku ketika pulang bekerja. Rasanya aku masih bisa melihat bayangan ibu hilir mudik masak di dapur, merapikan ruangan tengah, menjahit, menyapu halaman. Di tembok rumahnya, rasanya aku masih melihat sepeda bapak tersandar. Haduuuh.. jadi super duper melow...

Bagaimana kondisi tempat-tempat tersebut sekarang?

Berikut beberapa foto yang sempet aku upload ke facebook waktu kunjungan ke Plaju, September 2014. Sisanya sebetulnya ada di laptop, tapi laptonya dicuri, dan belum sempat aku backup, jadi melayang juga foto-foto yang ada di laptop tersebut.
Sebagai ilustrasi, aku mengunjungi 4 tempat utama yang menjadi daerah permainanku dulu yaitu, rumah Jl. Bakung (1), rumah Jl.Rampai (2),  taman di depan rumah (3), dan SD (4). Rute ini aku tempuh dengan menumpang becak motor dari gerbang utama kompleks.  

Rute napak tilas ke Plaju

Rumah yang pertama aku kunjungi adalah rumah di Jl. bakung, Rumah ini sekarang kosong melompong tidak terawat. Dari luar masih tampak utuh, tapi di dalam sudah berantakan. Dinding, pintu, jendela dan lemari masih  utuh. Hampir semua kaca pintu dan jendela pecah. Di bagian dalam, tampak berserakan sampah dan beberapa tanaman liar menerobos masuk. Di halaman belakang, nyaris tidak terlihat halaman dan tiang jemuran, karena tertutup rumput ilalang setinggi orang dewasa. Demikian juga jalan ke arah dapur dan kamar mandi.    Dari gambar dapat dilihat, rumah sebelah juga kosong tak berpenghuni, dengan beberapa bagian genteng rontok.Sebetulnya ada foto-foto halaman samping dan bagian dalam rumah, tapi terbawa di laptop yang hilang.  Rumah di depan rumah ini juga ada yang kosong tak berpenghuni.

Rumah Jl. Bakung.
 Dari rumah jalan bakung, aku jalan sedikit menuju rumah jl.Rampai. Rumah ini sebetulnya tidak menghadap jl.Rampai. Rumah ini lebih beruntung dibandingkan rumah jl.Bakung, karena sampai sekarang masih ditempati dan terawat rapi. Pagar tanaman di halaman depan dipangkas pendek dan pohon-pohon mangga di samping rumah sudah tidak ada.



Dua foto di atas adalah penampakan rumah Jl.Rampai sekarang (2014)

Pohon tempat aku main ketika kecil, latar belakang adalah foto sekolahku dulu, SD Bakaran, yang sekarang sudah berubah menjadi bagian dari gedung Politeknik
Abaikan penampakan di depan ya... tapi aku suka sekali foto ini, itu adalah pohon yang sama yang sering kujadikan tempat bermain ketika kecil. Di samping kanan ada selokan besar, tempat aku menangkap ikan. Tampak belakang adalah deretan rumah-rumah yang masih terawat rapi.

Namanya juga kenangan.... banyak orang berusaha menghabiskan upaya dan energi mengejar kenangan tersebut. Bagiku, rumah Plaju akan tetap aku kenang, dengan segala kesederhanaan bapak dan ibu, dengan segala kelembutan kasih sayang ibu dan bapak.

Kamis, 01 Oktober 2015

Berburu Pancake

Knapa, semenjak makan pancake murmer, sekali-kalinya, di menu breakfast hotel di pesisir pantai Kuta Lombok, Adek Kinanti jd pengen banget makan pancake..pancake.pancake..and pancake... Beberapa kali kita mencoba pancake, misalnya di kopi progo, resep moyang atau bahkan di Yuky pancake, tapi teuteup adek merasa belum pas, 
"Rasanya nggak sama kaya yg waktu di Lombok itu lhoo bu.."
"Ini pancake nya terlalu tipis...."
"Aku nggak terlalu suka pancake yang kaya gini..."
Ya kira-kira gitu keluhan adek. Padahal, makan pancake di Lombok juga cuma sekali aja. Tapi kayanya pas banget momennya, jadi rasanya masih terkenang sampe sekarang.. ngkaliiiii 
So, setelah mencoba di beberapa tempat, akhirnya hari ini, ibu mengajak adek mencoba pancake di Brussels Spring. Alesannya, yaaa ngkali aja cocok dengan history memory adek tentang rasa pancake yang dia idam-idamkan. 
Brussels Spring di Bandung ada di dua lokasi, satu di Jl. Sumatera, satu lagi di Jl. Setiabudhi. Kali ini ibu ngajak adek ke Brussels Spring Setiabudhi, soalnya sambil pulang dari Borma Setiabudhi. Sebetulnya kita mampir ke Brussels Spring bukan pengen makan besar juga, cuma yaaa.. cape abis muter-muter cuci mata di Borma Setiabudhi dan sekitarnya. Makanya, menu yang kita pesan sekedar mengganjal laper.  Adek pesen Ayam Gurih, satu paket nasi, ayam, tahu pletok, sambel, lalab dan sayur asem. Trus, ya karena niatnya pengen nyoba pancake, adek jadi pesen pancake juga. Ibu maah  nggak usah pesen apa-apa. Wong pesenan segitu juga biasanya adek nggak abis. Nanti ibu tinggal ngabisin aja laah. Minumannya adek pesen Guava Juice kesukaannya, dan ibu pesen Teh Lychee aja.  
Berhubung kalap, ya pertama-tama Nasi Ayam Gurih nya disikat duluan, sampe-sampe lupa nggak difoto...hahaha... kemudian giliran pancake, ini juga lupa nggak difoto selagi utuh. Nah untuk pancake nya, baru deeh adek ngacungin jempol. Menurut adek, pancake nya uenaaak buanget.  Es krim nya kita pesen yang Coco Oreo. Setiap pancake yang dipesan, gratis satu scoop ice cream. Pancake yang kita pesan adalah Banana Rama, disajikan dengan satu scoop icecream, dan dihiasi dengan potongan pisang segar di atasnya, diberi juga garis-garis dari pasta coklat, plus whipped cream dan satu potong cherry kecil. Pancake nya dipanggang cukup matang, nggak putih banget, nggak juga gosong banget. Cukup tebal (pas dengan selera adek), nggak terlalu tipis.  Dalam sekejap pancake itu ludes...
Overall, Brussels Spring Setiabudhi ini oke juga. Meskipun ibu pernah juga makan di Brussels Spring Sumatra, tapi ibu nggak sempet memperhatikan sekelilingnya.  Di Brussels Spring Setiabudhi, tempatnya cukup nyaman, ber AC dan suasana di dalamnya tenang, nggak brisik, dan tentu saja no smoking. Jadi selama makan kita nggak berurusan dengan asap rokok.  Buat nongkrong, tempatnya cukup asyik, karena di setiap bagian bawah bangku ada colokan listriknya.  Jadi kalo kapan-kapan mau ngegalau bisa juga. Cuma ibu nggak nanya, apakah ada WIFI gratis juga atau nggak. Tempat duduk juga ada dua tipe, tipe meja kotak dengan bangku biasa, dan tipe kursi sofa yang enak buat leyeh-leyeh.  Menunya? Yaaa.. begitulah.. rada lumayan mahal siih.  Untuk minuman mulai dari 20 rebuan sampe 40 rebu. Sedangkan untuk makanan dibagi menjadi beberapa kategori, ada ala Eropa, ada juga ala Indonesia.  Untuk ala Indonesia, cukup lengkap, mulai dari soto, nasi goreng, dan ayam goreng.  Untuk ala eropa mulai dari pasta, steak, omelete, dan sejenisnya. Harga bervariasi, untuk kategori appetizer, mulai dari 20 rebuan satu porsi, sedangkan untuk makan besar rata-rata mulai dari 40 sampe 70 rebu.  Pancake nya berapa? Yaaa agak mahal siiih, satu porsi pancake harganya 40 rebu an (plus pajak, jadi 44 rebu laah).  Tapi rasa pancake nya tidak mengecewakan, plus lagi rasa coklatnya bener-bener Belgian Chocolate gituu.. Jadi kesimpulannya, jangan sering-sering laah kesini, karena meskipun enak, tapi nampaknya nggak cocok untuk ukuran kantong minimalis.

Sabtu, 12 September 2015

Pisau Victorinox

Yaaa hari ini, ibu dan adek cuci mata lagi. Tadinya nggak niat cuci mata. Tadinya pengen langsung pulang. Tapi berhubung tiba-tiba ayah mau pergi dengan rekan-rekannya, dan Adek dititipin ke ibu, jadi ajaa ibu tergoda ngajak adek cuci mata.  Sebenernya, dari pagi ibu sudah ada rencana pengen nyari pisau dapur. Itu pisau yang di rumah udah tumpul banget, udah kesel ngasahnya juga. Pisau itu dibeli dah lama juga siih, ada ngkali 5 tahun. Belinya nitip ke tetangga, yang konon membelinya dari daerah Jawa Tengah. Oleh karena itu, dari kemaren-kemaren ibu sudah plarak-plirik ngeliat pisau setiap kali ke supermarket.  Sayangnya dari kemaren belum nemu pisau yang pas. Kategori pisau yang pas itu adalah bentuknya tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, dan yang paling penting tuuh, ujungnya nggak boleh runcing. Ini syarat  mutlak pisau di rumah, menurut standar Ayah. Kalaupun ada pisau runcing, pasti ujung-ujungnya bakal dipotong sama ayah. Jadi daripada dipotong sama ayah, mending sekalian nyari pisau  yang nggak runcing.
Ternyata nyari pisau ini nggak mudah juga.  Kebanyakan pisau yang dijual runcing, selain itu harganya juga amit-amit, muahaal. Kan kesel juga nanti kalo beli mahal-mahal ndak taunya gampang tumpul juga. Ada juga sii yang murah meriah, tapi bentuk dan desainnya meragukan. Takutnya nanti cepat berkarat, atau copot dari gagangnya. Secara gagangnya cuma kayu biasa gitu, ditempel dengan beberapa baut. Lebaay yaaa??
Alesan lainnya, dan alesan sebenernya kenapa ibu tiba-tiba mempersoalkan pisau, yaitu karena eh karena ibu baru nyadar kalo ternyata Victorinox punya pisau dapur... Naah.. itu dia.. .kirain ibu selama ini Victorinox cuma terkenal sama pisau ala McGiver aja (dasar kamseu..).Trus ibu googling laah, mesti harganya muahaalll.. Ternyata nggak juga.. ada juga pisau biasa-biasa dengan harga terjangkau, nggak jauh beda dengan pisau dapur merk samalakataabrakadabra di super market itu.  Trus ibu mikir-mikir lagi, jangan-jangan yang harganya murah ini pleseu nya?  Tapi setelah baca-baca di kaskus dan situs jualan piso, nampaknya memang ada varian harga yang cukup murah untuk pisau dapur.
So, hari ini ibu pengeen banget beli pisau Victorinox tersebut.
Mbaca-mbaca dari mbah Google, di Bandung, pisau Victorinox hanya dijual di beberapa tempat. Misalnya di Mutiara Kitchen Soekarno Hatta (ooo, pantesan pas kemaren nyari di Mutiara Kitchen Cicaheum, nggak ada), dan Borma Setiabudhi.  Naah ini dia.. Borma Setiabudhi kan nggak jauh-jauh amat.  Tapi sebelum ke Borma Setiabudhi, ibu sempatkan dulu mampir ke BIP dan ngecek ke Hypermart, ngkali aja di Hypermart juga ada. Mosok siih pisau dapur seterkenal Victorinox nggak ada di supermarket-supermarket besar?  Tapi ya memang nggak ada.  Yang ada yaaaa pisau dapur yang seperti itu laah, harga mahal, tapi entahlah kualitasnya. Meskipun kata-kata di kemasannya oke banget, seperti tajam laah, nggak karat laah, bahkan ada yang berbahan keramik, lengkap dengan asahannya..(lhaaa.. kalo tajem, ngapain juga menyertakan asahan pisau).

So, demi membunuh kepenasaran, ibu dan Adek hari ini ke Borma Setyabudhi. Di Borma Setyabudhi, pisau ini dijual di stand terpisah, nggak bersatu dengan barang-barang alat rumah tangga lainnya. Victorinox punya etalase khusus di depan kasir 1.  Di etalase tersebut dipajang berjenis-jenis pisau Victorinox. Paling atas, sudah tentu pisau lipat yang legendaris itu.. ngiler juga liatnya..Harganya dari dua ratus rebuan ke atas laaah, tergantung model dan kelengkapannya. 

Konter Victorinox di Borma Setiabudhi Bandung

Jejeran Pisau Dapur Victorinox


Tapi, karena misi utamanya nyari pisau dapur, ya dipindahkan dulu lirikannya dari kelompok pisau lipat. Piasu dapur juga banyak banget variasinya. Mulai dari yang panjang, lebar, hingga yang keciiil banget. Dari yang sisinya bergerigi, sampe yang biasa-biasa. Harga juga bervariasi. Untuk pisau kecil yagn ujungnya bergerigi, dengan panjang sekitar 8-10 cm, harganya sekitar 50 rebuan.  Pisau dapur yang gede dan harganya ratusan ribu juga ada. Ibu nyari pisau yang sesuai kriteria, yaitu nggak terlalu lebar, nggak terlalu kecil,polos (nggak bergerigi) dan ujung nya nggak runcing. Eeeeh, adaaa ternyata... Lirik harganya? Eeeh.. masih masuk akal, 75 rebu sajah, nggak sampe ratusan rebu kayak yang di supermarket tadi.  Segeralah ibu pilih satu (dan ternyata untuk yang ujungnya membulat, dan tidak bergerigi, nggak banyak warna), warna item ajah.   Mudah-mudahan awet laah, nggak perlu sering-sering ngasah juga ngkalii..

Pisau Victorinox pilihan Adek, featuring Sylvanian Families ala KW-KW

Sampe rumah, ibu buka kemasannya.  Pisau dapur Victorinox ini nggak dijual dengan sarungnya, cuma pisau aja yang dikemas dengan bungkus yang mirip isolasi gitu. Sebelum dipake, bungkusannya kita buka, seperti mbuka plastik lakban, udah gitu, kita bersihkan bekas lem kemasan di sisi pisaunya.  Mbersihkannya gampang, cukup pake sabut pencuci piring. Setelah itu, taraaa... pisau siap digunakan.
Diiih .. nggak penting banget yaaa? Pisau aja diceritain....[Biariiin....!! Suka-suka orang...!!]

Kamis, 01 Januari 2015

Radio Online

Yaa.. posting nggak penting lagi..
Sodara-sodara, berhubung sayah lagi bete, dan sudah jam 1 lewat 39 menit, tak jelas mau nulis apa, dan pikiran jadi terganggu karena overlapping dengerin lagu-lagu  masa kini dengan tulisan yang harus dibaca, so akhirnya berkelanalah sayah di dunia entah berentah ini, mencari-cari sesuatu yang layak untuk didengarkan sambil membaca, tanpa mengintervensi kalimat yang sedang dibaca.
Mau ngomongin apaan siih?
Nganu lhoo... sayah ini manusia yang sangat audiomusical, makesute, sangat doyan mendengarkan lagu ketika bekerja (hadooh, lebay banget...!!).  Mendengarkan lagu membuat saya semangat, dan nggak kerasa waktu berlalu, hati gembira riang bersenandung, tapi kerjaan ga beres-beres.. haiya...!!
So, sudah lama, satu taun lebih saya sangat panatik sama radio-radio online. Alesannya mengapa saya lebih suka dengerin radio oline daripada ngumpulin lagu n bikin playlist sendiri adalah :
  1. Males mikir (bikin play list sendiri kan mikir, milih-milih lagu mana yang cocok)
  2. Males ngeklik dan nyari (sama lah kayak alesan nomor 1)
  3. Bosen (bosen karena lagunya itu lagi itu lagi.. mosok tiap hari mesti nyari donlotan lagu baru)
  4. Kuper (konon orang bisa diukur hidup di generasi mana berdasarkan lagu favoritenya, misalnya kalo doyannya lagu Elvis Presley, Frank Sinatra, sudah pasti ditebak, sudah opa-opa dan oma-oma)
  5. Berdasarkan alesan no.4, maka sayah nggak mau dibilang kuper sama mahasiswa (waduuh.. LUPUS, alias lupa usia), maka saya ngikutin juga lagu masa kini, selain, setelah didenger-denger ternyata uenak.. uenaak juga lagunya.. nggak kalah sama Billy Joel, Earth Wind and Fire, Michael Jackson, Elton John, atau yang rada-rada tengahan seperti George Michael, Sade Adu, AHA, Duran-duran, dlsb laah.. 
  6. Menghargai royalti para pemilik hak cipta, dgn nggak donlot lagu bajakan (kecuali kalo seneng banget lagunya... ha..ha.. ), ini pasti alasan yang paling LEBAY....!!
So.. kesimpulannya, saya akhirnya terpikat pada beberapa radio online. Dari sekian banyak radio online, ada satu "gerombolan" radio yang paling sering saya dengerin yaitu bigRradio.  Dulu dengernya lewat channel shoutcast.com, trus ternyata mereka bikin flash player sendiri, sehingga bisa diakses langsung, trus juga pernah dengernya lewat WinAmp player (tapi rada ribet nyatet alamatnya, karena masih pake IP Address gitu laah).  So, cara yang paling praktis ya dengan buka flash-player  melalui situs mereka.
Naah, big R Radio ini kumpulan beberapa stasiun radio yang masing-masing punya genre dan stasiun sendiri-sendiri. Ada beberapa stasiun favorite yang sering saya denger, antara laen :
  • Big R Radio 100.7 The Mix : paling sering didengerin, musiknya terkini bangets.. melalui stasiun ini kita bisa tau lagu apa yang saat ini sedang laris manis di pasaran, macam lagu (nista, tapi video clipnya memukau) take me to church Hozier, lagu (heboh) Chandelier, lagu romantis macam thinking out loud Ed Sheeran,  lagu gembira seperti Boom Clap nya Charlie CXC, suara sekseeh Summer dari Calvin Harris, dan banyak lagi. Kadang-kadang nyelip sih lagu jadul, dan anehnya lagu jadul yang paling sering nongol tuh lagu Madobek, eeh.. Madona, jaman album terakhir yang sukses tuh Material Girl
  • Big R Radio 101.1 The Beat, ini mirip lah genre nya dengan 100.7, lagu-lagu terkini dicampur lagu dulu beberapa sajah.
  • Big R Radio 101.6 Adult Warm Hits : sesuai dengan nama, sebenernya ini stasiun radio dengan lagu-lagu yang paling cocok dengan usia daku. Rada-rada oldies, mellow dikit, ada juga masa kini, tapi tidak terlalu menghentak-hentak seperti dua stasiun sebelumnya. Nih tipikal lagu yang cocok didengerin di ruang tunggu kantoran atau restoran gitu laah.
Trus, berhubung dari kemaren tuh ternyata kalo lagi baca paper boso londo, trus dengerin lagu boso londo malah bikin otakkoe kusut, karena sulit mengendalikan pikiran, antara pengen nyanyi sama pengen baca, dan seringnya nggak lanjut baca, malahan cari link buat donlot lagu .. (kheuseus untuk lagu-lagu yang benar-benar sulit dilupakan, dan sayangnya banyak lagu kayak gitu..), maka akhirnya diriku back to basic, kembali ke masa lalu, masa ketika diriku masih muda belia, masa dengerin lagu adalah kemewahan, radio-radio cuma ada sampe jam 12 malem, kalopun ada yang lebih dari jam 12, yang dengernya kebanyakan satpam, bidan, suster, dlsb (ketaun dari kirim-kirim salam yang dibacain oleh penyiarnya), maka aku pada masa itu akhirnya banyak tersesat di dunia musik klasik.
Neooon? musik klasik?
Ya iyalaah.. meskipun sekarang aku sering denger lagu brang breng brong, sebenernya jaman dahulu kala, sejak masih duduk di SD, aku sudah kesengsem sama musik klasik.  Radio kesayanganku, yang waktu itu cuma berukuran segede telapak tangan, bertenaga batere kecil 2 buah, tiap malem Jumat jam 20.00-21.00, selalu nempel di telinga, karena digunakan buat dengerin musik klasik dari stasiun radio MAESTRO, sebuah radio yang beralamat di Jl. Gandapura nomor sekian.. ,Dari hasil nguping acara musik klasik dari radio tersebut, aku jadi kenal nama-nama seperti Vivaldi, Bach, Chopin, Mozart, dlsb.
Kecanduan musik klasik agak bergeser ketika SMP, ke arah berbau jazz-jazz an.. itu pun gara-gara suka minjem kaset lagu Jazz (inget.. jarang dikembaliin loo), semacam Late Night Jazz, Jazz Vocal, Japan Jazz, dan laen-laen.. lagunya semacam.. Mermaid (Tatsuro Yamashita), so much in love with you (Sheena Easton) yang super galau itu, dan tentunya si suara super soft dan bikin ngantuk, Michael Franks (the lady wants to know, Antonio's Song, dlsb laah).  Selama SMP, aku menghabiskan waktu berjam-jam nongkrong di meja, mendengarkan lagu-lagu super galau tersebut, sambil menggambar atau menulis catatan si Boy.. ha..ha.. Tentunya dicampur-campur juga dengan album kompilasi musik instrumental semacam Nini Rosso (dominan trompet), piano oleh Richard Clayderman, atau yang ringan dan nyantai dari Philadelphia Philharmonic Orchestra
Lha.. pas SMA, balik lagi kecanduan klasik, gara-gara nemu kaset Vivaldi "tak terawat" di rumah temen, pas disetel di rumah.. alaaa maaak..ruaar biasa nikmatnya.. meskipun waktu itu aku nggak tau persis apa judulnya, lha wong kasetnya juga sudah tak berumah, tak bersampul, dan tak bermerk, cuma ada tulisan spidol "Vivaldi".  Belakang baru tau kalo musik super enak dari Vivaldi tersebut berjudul Four Seasons... Setelah itu, jadilah aku pemburu kaset klasik yang memang rata-rata "tidak dibutuhkan" di rumah temen-temen. Dari beberapa hasil buruan tersebut aku dapet Chopin, Mozart, dan yang paling laris manis tentunya seri "Semi Classic".   Mula-mula minjem satu, eeeh taunya enak, minjem lagi satu, minjem lagi .. minjem lagi.. sampe ada 4 kaset, dan (SADISnya) nggak aku balik-balikin. Tooh percuma, dibalikin juga ga pernah didengerin sama yang punya.. (membela diri..), ini kan kaset babehnya, dan mungkin babehnya dah bosen juga ngkali..
Ini mau ngomongin radio atau ngomongin selera musik siii??
Yasud, back to basic.... naah berhubung malem ini aku lagi butuh lagu-lagu yang tidak merusak konsentrasi, maka berkelanalah aku ke radio maya, dan nemu stasion keren berikut:
Accuradio : Bisa buat dengerin satu album penuh, cari aja keyword yang tepat, macam guitar, jazz, classic, dlsb. Cuma kalo pengen puas, kudu rada bikin akun dulu... Di stasiun ini nemu beberapa album musik klasik yang lumayan misalnya : Vivaldi, Mozart, dan 101 classic, yang cucok buat kompilasi musik klasik populer. 
Oh ya.. di kompilasi 101 Classic ini banyak lagu klasik ngetop lho.. kayak yang sering kita denger di pelem-pelem seperti Nocturne No.2 (Chopin), The Nutcracker (Tchaikovsky), Air on G String (Bach), Arrival of the Queen of Sheba (Handel), and many more.
Grooveshark : sama kayak Accuradio, didengerin per album, cuma kalo rajin, kita bisa bikin kompilasi dari beberapa album, kalo pengen lebih leluasa, kudu bikin akun juga. Nih contoh list untuk yang gitar klasik
Tuuh kan.. sudah 03.25 dan blum beres juga kerjaan..
Ya sud. postingnya sekian sajah..

Sabtu, 22 Maret 2014

Selamat Jalan Faldy

Jadi inget duluuuu banget, gimana ya rasanya kelihangan teman, gimana ya rasanya ketika orang yang lebih muda dari kita, pergi mendahului kita?  Konon rasanya lebih sakiiiiit daripada melihat yang sudah tua.  Konon kalo yang sudah berumur, kemudian pergi meninggalkan kita, kita bisa lebih cepat ikhlas....daripada yang masih muda.. ada rasa... aduuuh.. susah banget untuk dikatakan, susah banget untuk bisa ikhlas... meskipun ya harus ikhlas juga..

So, ini tentang faldy, lengkapnya Rifaldy Hafidz..
Siapa Rifaldy?
Pertama kenal Faldy, sebagai teman sekelas kakak waktu kelas satu di SD BPI dulu.  Hari-hari pertama sekolah dimana anak-anak masih belum bisa menyesuaikan diri dengan teman-temannya, banyak yang masih suka nangis, takut ditinggal dlsb.   Hari itu ibu inget sekali, ibu menunggui kakak dari samping jendela. Hari itu hari pertama ulangan. Di sebelah ibu duduk seorang ibu-ibu yang juga berkali-kali melongokan kepalanya ke dalam kelas, memantau anaknya.  Kemudian hari ibu kenalan dan ternyata anaknya bernama Rifaldy. 
Kakak dan Rifaldy terus sekelas sampai mereka kelas 3 dan kakak pindah sekolah.  Selama itu, selalu ada-ada saja cerita lucu tentang Rifaldy, yang diceritakan kakak di rumah. Rifaldy anak yang ramah, lucu, setia kawan, tidak sombong dan suka membela yang sedang direndahkan oleh teman-temannya.
Sering ibu ikut ketawa mendengar komentar-komentar faldy,  yang disampaikan kakak. Misalnya, sekali waktu kakak bercerita, bahwa banyak teman-temannya yang asbun, alias asal ngomong, mengomentari tentang personil Kangen Band, yang konon dulunya punya profesi beragam. Ada yang bilang eks pengamen, ada yang bilang eks pedagang kaki lima.. eeeh.. ada teman kakak yang nyeletuk : "Bekas Maling ngkali...!!". 
Segera faldy menimpali..."Maling apaaaaaan??? Maling popok??", saking kesalnya faldy dengan temennya yang asal jeplak tadi..
Memang faldy orang yang sederhana, simple, senang melucu, ramah dan tidak suka jika temannya dipojokkan. Dia tidak pernah memilih-milih teman, dan cenderung setia kawan. Faldy suka mencairkan suasana jika ada temennya yang sedang ribut...

Faldy, kelas tiga SD, selalu bercanda di kelas

Faldy, berpose bersama teman-teman, Kelas 3 SD.
Sekali waktu, kakak pernah pulang membawa mainan, monyet-monyetan kecil, lucu..kira-kira segede jempol, ada dua warna, yang satu biru, yang satu lagi ijo. Kata kakak, kakak beli dari Faldy, harganya dua ribuan... Sampe sekarang maenan tersebut masih menghias lemari mainan, dan menjadi mainan favorit adek Ayu, karena ekspresi monyetnya lucu.
Setelah kakak naek kelas 4, kakak berpisah dengan Faldy karena pindah sekolah. Eeeh, tak disangka, di SMP, kakak ketemu Faldy lagi.
"Bu, inget nggak sama faldy, temen Bilal dulu waktu SD ?"
"eeh yang mana ya..?"
"Ituuu yang suka melucu dan humoris...?"
"Oh iya.. ibu inget, kenapa?"
"Kita ketemu lagi bu, di SMP"
"Waah, ibu ikut seneng nak, apa dia masih inget sama kamu?"
"Justru dia yang nyapa duluan.. anaknya baik dan nggak sombong bu..!!"
Ya, ibu tau, Rifaldy memang baik dan tidak sombong. Banyak temen-temen kakak yang dulunya pernah satu SD atau satu TK, rada-rada jaim nggak terlalu suka nyapa ke kakak.  Tapi Rifaldy beda, begitu ketemu, mereka langsung akrab kembali.
Tetapi sayang, keakrabannya tidak berlangsung lama, karena perbedaan minat dan teman sepermainan. Kakak Bilal sibuk dengan temen-temen main bolanya, sedangkan Rifaldy mungkin bergabung dengan teman-teman lainnya.
Ibu mungkin nggak akan inget faldy, hingga suatu sore, ibu pulang, tapi kok kakak nggak ada di rumah.  Kata ayah, kakak nengok temennya di rumah sakit Borromeus.  Tumben, ibu pikir.. apakah temennya yang kemaren sakit Typhus??  Kata ayah, bukan, entah sapa, ayahnya juga nggak terlalu nanya detil, siapa yang ditengok, pokoknya konon sakitnya parah dan kakak keukeuh mau nengok, meskipun awalnya dilarang Ayah.
Setengah jam kemudian kakak pulang, wajahnya keliatan kusut dan tegang. Ibu tanya.. siapa yang sakit?
"Faldy bu... faldy... tabrakan.."
"Faldy mana??"
"Faldy.. temen Bilal dulu.. waktu SD? Inget nggak bu??"
 Oooh iya.. ibu inget.. fadly yang suka ngelucu itu kaaan...? Faldy yang humoris..?
Yaaa ibu.. faldy kecelakaan....!!
Masya Allah...!!
Lalu mengalirlah cerita kakak... Konon, Kamis 20 Maret, sepulang sekolah, Faldy dan teman-temannya bermaksud mampir ke rumah salah seorang temannya di daerah Sadang Serang.  Mereka naek motor bertiga. Faldy duduk ditengah.  Helm cuma satu dan itu motor Faldy.  Yang pake helm tentunya yang mbawa motor.  Kira-kira di depan SMP-SMA Nasional, mereka berpapasan dengan motor dari arah yang berlawanan, terjadilah tabrakan yang tidak bisa dihindari. Entah bagaimana cerita persisnya, pokoknya faldy terjatuh dan mungkin terlindas mobil atau motor yang lain.  Dua temannya hanya luka ringan, yang mbawa motor nggak apa-apa, yang duduk di belakang Faldy juga nggak apa-apa.  Tapi Faldy terluka parah, kepalanya berdarah hebat, konon terlihat luka menguak, bahunya juga disinyalir cedera.  Penduduk dan teman-teman segera membawa faldy ke rumah sakit, mereka mencegat angkot yang lewat. Rupanya ada beberapa motor teman-temannya yang berombongan mau mampir ke salah seorang rekannya tadi. Mereka beramai-ramai membawa faldy dan dua temannya ke Borromeus.  Sampe di Borromeus, faldy segera dirawat intensif. Orangtuanya dihubungi. Ayah dan keluarganya segera datang.  Ketika kakak pulang, konon faldy sedang menjalani operasi yang ketiga. Selama kakak menengok dan menunggu, faldy sudah menjalani dua kali operasi.  Menurut kakak, yang sempat mendengar penjelasan pak Dokter, nampaknya cedera di kepala faldy sangat hebat sehingga dokter juga tidak yakin akan hasil operasinya. Peluangnya 50%, dan kemungkinan akan cacat mental, kalaupun pulih, demikian penjelasan pak Dokter. 
Mendengar itu semua, kakak dan teman-temannya syok. Tak pernah terbayangkan oleh mereka sebelumnya, bahwa itu akan dialami oleh Faldy, teman mereka, yang saat istirahat siang masih bercengkrama dengan mereka.  Bahkan kakak sempat ngobrol ketika berpapasan di toilet, hanya faldy tampak agak pendiam.  Karena waktu sudah semakin malam, akhirnya kakak pulang. Esoknya, satu sekolah mendoakan faldy.. perwakilan guru mengunjungi orangtua faldy di Rumah sakit, menyatakan keprihatian dan menyampaikan doa dari teman-temannya.  
tweet dari teman-temannya....

Jumat siang ibu sempetin nengok.  Melihat faldy tergeletak di tempat tidur, dengan kepala di balut perban, selang dimana-mana, ibu nggak kuat menahan sedih. Ibu nggak ngebayangin seperti apa perasaan ibunya.  Semoga mereka diberi kekuatan dan ketabahan.... Ibu sempat ngobrol sedikit dengan suster. Menurut suster, memang keadaannya sekarang stabil, denyut jantung teratur, tapi kondisinya koma, dan keliatannya belum ada perkembangan ke arah yang baik, suster bilang, masih dalam keadaan kritis. Oaalaah.. .menurut kakak yang langsung menengok kamis kemaren, luka di kepalanya cukup parah, kepalanya bengkak hebat dan yang terkena benturan seperti yang berlubang. Darah membasahi seluruh sweater yang dipakainya, sungguh pemandangan yang mengguncang kakak dan teman-temannya.
Malamnya kakak gelisah, semalaman teman-temannya saling berkirim kabar via BBM, Line, Path dan media lainnya. Beredar kabar simpang siur.  Konon faldy sudah meninggal, tapi konon ada yang bilang belum. Rupanya alat pemantau detak jantung sempat berhenti beberapa saat, tapi kemudian terlihat denyutan jantung kembali... Semalaman kakak gelisah mengenang faldy, sampe-sampe nggak bisa tidur..
Pagi ini, waktu ibu liat status BBM kakak, bertuliskan Innalillahi..Selamat Jalan Faldy...!! Ibu terhenyak, akhirnya faldy pergi juga.. 

Salah satu postingan temannya di ask.fm
Rasa sedih langsung menjalar ke setiap persendian, rasa pilu dan linu juga menjalar di sekujur badan ibu. Ibu membayangkan, betapa sedihnya orangtuanya, betapa masih panjang perjalanan seorang Faldy.  Ibu akhirnya berkelana, mengunjungi situs teman-teman faldy, melihat-lihat respon temannya. Nampaknya semua teman-temannya terguncang, mereka berduka-cita, mereka benar-benar kehilangan. Simak saja beberapa tanggapan mereka. Bahkan sang pacar, merilis twit ke Ridwan Kamil, memohon bantuan doanya...  Tapi akhirnya Allah SWT memanggil faldy lebih cepat. Itulah skenario terbaik buat Faldy, tetapi jauh di dasar hati ibu, ada semacam pelajaran.. kapan yaaa orang tua itu berhenti mengijinkan anak-anaknya naik motor. Mereka baru 15 tahun.  Mereka hanya membuat "kesalahan kecil" yaitu naik motor bertiga dan tidak pake helm. Sedangkan kesalahan besar, pastilah mereka punya, misalnya... nggak punya SIM. Oaalaaah.. resikonya dua, ditabrak orang atau menabrak orang. Memang siih.. semuanya sudah takdir Allah SWT, tetapi.. andaikan kita bisa mencegah.. andaikan kita bisa mengajari mereka agar jangan mengendarai motor sampai mereka cukup umur, minimal mereka lebih siap di jalan.
Menurut kakak, ada beberapa sifat umum teman-temannya kalo naek motor. Begitu motornya disusul, mereka segera ngotot ingin menyusul. Kakak juga pernah sekali mengalami kecelakaan ringan, jatuh dari motor ketika dibonceng temennya. Konon temennya ingin menyalip motor lain.  Sejak itu, kakak kapok dibonceng motor temennya. Memang.. semuanya sudah suratan takdir, tapi.. alangkah baiknya jika kita cegah anak kita naik motor sampai mereka cukup dewasa untuk mengendarainya.
Bukan sekali ini kisah anak celaka naik motor.  Sebelumnya ada berita, seorang anak, umur 15 tahunan juga, meninggal seketika akibat kecelakaan di daerah Lembang. Padahal beberapa hari sebelumnya anak tersebut diliput di koran lokal, yang dengan bangganya memberitakan bahwa anak tersebut bermain cemerlang di sebuah kompetisi sepakbola. Hilang sudah.. satu calon pemain hebat... menebar nyawanya di jalan..!!

Faldy (kanan) yang sekarang sedang gemar mendaki gunung. Foto ini keliatannya di gunung Papandayan (sumber akun twitter @rifaldyhafidz
Kembali ke Faldy, ibu bukannya nggak ikhlas, atau ingin menyalahkan orang lain. Hanya rasa sedih di dalam hati ini begitu mendalam... masih terbayang keceriaannya, masih jauh perjalanannya, masih banyak cita-citanya.. tapi semuanya berakhir secara mendadak, sejak Kamis, 20 Maret, siang hari.  Selamat jalan Faldy, semoga Allah memberikan tempat yang terbaik disisiNya, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan, dan semoga apa yang terjadi pada dirimu menjadi pelajaran bagi semua, bagi anak-anak dan orang tua yang lainnya.
 Aneh yaaa... sedihnya masih terasa hingga berhari-hari.. sampe-sampe ibu nggak kuat tiap liat video ini..



Minggu, 02 Maret 2014

Belajar Tari Bali


Memutuskan apa yang pertama kali ingin dikenalkan kepada anak memang susah-susah gampang. Tapi, berhubung sejak dulu ibu berprinsip ogah mengenalkan kepada anak les-lesan yang berbau pelajaran, seperti les kumon, les bahasa Inggris, de-el-es-be, maka buat adek, ibu putuskan ingin mengenalkan tari Bali. 
Lho kok tari Bali? Padahal nggak ada satupun di keluarga ibu dan ayah yang menekuni tari atau menjadi seorang penari. Ibu aja nggak bisa nari, ayah apalagi. Mendadak tiba-tiba suddenly ibu pengen adek Ayu belajar nari Bali? Apa alesannya?
Alesannya, ya simple aja, sebenernya ibu pengen anak-anak ibu tuh menguasai salah satu kesenian, entah maen musik, entah nyanyi atau nari. Bukan buat prestasi, atau buat keren-kerenan. Hanya sekedar penyeimbang, melatih otak kanan, melatih ketrampilan, sekedar refreshing, de-el-el.  Naah, tiba-tiba ibu tertarik dengan tari Bali, dengan alasan, ini tari tradisional Indonesia yang sudah menjadi trade-mark Indonesia di mata dunia. So.. selaku anak Indonesia, menurut ibu sih, nggak ada salahnya kan kalo mempelajari budaya dan kesenian bangsa sendiri. 
Lha kenapa nggak nari yang lain? tari Jawa, tari Sunda, tari Jaipongan? Alesannya.... kayaknya adek lucu deeh kalo udah pake kostum nari Bali.  Sebenernya sebulan yang lalu waktu adek sama ibu maen ke Taman Lalu Lintas, kita melihat sejenis pasanggiri tari Jaipongan gitu. Pesertanya anak-anak kecil, mereka langsung lari-lari setelah selesai nari, lengkap dengan kostum tarinya, mereka sibuk naek turun perosotan, maen ayunan, dan laen-laen. Adek keliatannya takjub melihat mereka menari, plus juga melihat kostum mereka. Trus ibu tanya, adek mau belajar nari? Adek mengangguk. Tapi persepsinya ya tari balet, maklum pengaruh tontonan dan pergaulan mungkin... ke -barbie-barbie- an.. ha..ha...ha.. 
Trus, bagemana cara ibu meyakinkan adek untuk belajar nari Bali. Ibu kasih alesan, pertama, kalo tari Balet itu ribet dan mahal. Kudu beli sepatu laah, rok rumbai-rumbai lah, baju senam laaah. Blum nanti misalnya keterusan seneng, kan ribet, bajunya ngetat banget gitu.. (alesaaan... padahal, takut tak mampu beli kostumnya..he..he.). Lagian, dari surfing-surfing ke google, kayaknya rada-rada elit dan borju gitu laah. Ibu rada-rada males. Rata-rata biayanya mahal, sekitar 100-200 rebuan gitu. Nah, kalo nari Bali, modal awal nggak usah bawa macem-macem. Cukup pake sarung dan iket pinggang aja. Ibu yakinkan adek bahwa sebaiknya belajar nari mumpung masih kecil. Nanti kalo udah gede kan malu, pake baju kelek kemana-mana, gual-geol di depan orang banyak. Nanti kalo udah gede, tinggal ngajarin anak kecil nari aja.. Nampaknya alesan ibu bisa diterima adek, so adek setuju-setuju ajah.
Langkah berikutnya mencarikan informasi tentang tempat belajar tari Bali. Kalo jadwalnya oke, lokasinya oke, biayanya terjangkau, dan sekian kondisi yang mendukung lainnya, ibu akan mempertimbangkan adek untuk ikut tari Bali. Tanya-tanya mbah Google, ternyata ada beberapa tempat belajar nari Bali di Bandung. Beberapa diantaranya:
  • Githa Saraswati, Jl.Dr. Otten no.15 Bandung.  Ini tempat nari yang udah lama banget kayaknya. Setau ibu, sejak ibu SMP ada temen ibu yang bener-bener serius nari Bali disini dan konon sudah sering manggung dimana-mana, menang berbagai kompetisi tari Bali. Cuma nggak tau tuh gimana ceritanya sekarang.. he..he.. Tapi ibu nggak bisa milih tempat ini dengan alesan jauh dari lokasi tempat tinggal ibu dan susah rute angkotnya.
  • Sanggar Tari Bali Asmarandana,Jl Situ Cileunca 2, Cijagra.  Dari blog-nya nampaknya nggak ada info terbaru, jangan-jangan udah tutup lagi.. Lagian lokasinya jauh banget dari tempat ibu. So.. nggak jadiii aaah... 
  • Sanggar Tari Natya Nataraja, Gelanggang Generasi Muda  (GGM) Bandung, Jl. Merdeka. Sebenernya boleh juga niih, deket lokasinya, murah lagi, Konon buat ikutan cukup bayar biaya pendaftaran 60 rebu, trus bayar les narinya 75 rebu, narinya 2x seminggu. Rabu dan Sabtu, jam 14.00-17.00.  Muraah banget loo biaya segitu. Cuma, waktunya ibu rada-rada susah. Rabu jam 14-17 kan ibu lagii dimanaa gitu, kudu pulang dulu, jemput adek, trus kesono.. Hm.. rada-rada repot. Alternatif kedua latihan di gedung RRI Bandung, Jl. Diponegoro, hari Minggu, jam 14-18 (gileee 4 jam, apa ndak capek tuuh).  Tapi lagi-lagi rada ribet ke arah sono hari Minggu maah, apalagi siang, banyak godaannya. 
  • Sanggar Tari Sekar Tampaksiring, Jl. Ciung Wanara no.18.  Naah ini dia, dekat dan hemat. Kayak slogan supermarket aja. Segera ibu buka blognya, trus baca-baca infonya. Ternyata latihannya cuma 1x seminggu. Minggu pagi aja, jam 8-10 an. Cucok laah, dekat dengan tempat kita, Biaya pendaftaran juga nggak mahal, cuma 60 rebu, dan biaya les bulanannya 60 rebu juga. 
So suatu sore ibu sempetin mampir ke sanggar ini. Ternyata sanggar ini merangkap asrama mahasiswa Bali. Jadi waktu ibu mampir, berhubung bukan saat latihan, ruang tamunya penuh dengan para mahasiswa bertaburan. Hahaha... ibu tanya-tanya info dan dapet info bahwa ibu bisa mulai membawa adek latihan hari Minggu. Ternyata latihan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pemula dilaksanakan hari minggu jam 07.30-09.00.  Sesi mahir jam 09.00-11.00.  Biaya pendaftaran tetap 60rebu cuma biaya les bulanannya naek dikit, jadi 75rebu. Tapi ya relatif murah laah segitu.  So ibu putuskan untuk mendaftarkan adek Ayu ke sanggar ini.

Penampakan Sanggar Tari Sekar Tampaksiring, Jl. Ciung Wanara no. 18 Bandung

Para orang tua yang sedang menunggu anak-anaknya latihan tari

Ini latihan yang ke berapa ya??? Masih pada kaku gerakannya..he..he..
Latihan pertama ayu nggak bawa apa-apa, karena begitu daftar langsung latihan. Konon menurut kakak pembina, sebaiknya minggu depan ayu membawa kaen dan staples pengikat kain. Tari pertama yang harus dikuasai adalah tari Pendet. Tiga kali latihan, yeey.. masih kaku banget laah. Konon ada yang sudah latihan 3 - 4 bulan ya masih kaku. Mungkin pengaruh usia juga. Konon kata gossip, usia 5-6 tahun belajar nari Bali itu masih rada susah. Yaaa iyaaa laaah, wong ngajarin tari pak-tani dan bu tani buat anak TK aja susahnya minta ampyuuun. Apalagi ngajarin nari serius seperti tari Bali. 

Kakak-kakak pengurus sanggar lagi sibuk ngurusin administrasi, ngabsenin, nyatet iuran, dlsb. Tampak belakang sederetan piala hasil capaian sanggar, bukti keseriusan pengelolaan sanggar tari.
Sekitar sebulan latihan, eeeh konon mereka akan membuat semacam pentas bersama, yang konon akan disatukan dengan agenda kegiatan Mahagotra Ganesha, unit kesenian tari Bali, milik mahasiswa ITB.  Konon pentas ini akan diikuti oleh berbagai sanggar tari Bali yang ada di Bandung. Mungkin semacam ujian kenaikan tingkat.  Pentasnya sendiri diperkirakan bulan April 2014. So.. frekuensi latihan terpaksa ditambah jadi 3x seminggu. Tapi yaa namanya nak-anak.. tetep aja masih pada kaku. Tapi pentas ini kesempatan emas. Kesempatan anak-anak itu berani tampil di panggung.. nggak peduli narinya udah bener apa belum.. he..he....Barengan Ayu nari, ada sekitar 6-8 anak yang seumuran. Rata-rata berusia 5-7 tahun, dan masih duduk di TK atau kelas 1. Ada dua tiga anak yang sudah kelas dua, dan mungkin sudah berlatih lebih lama. Keliatan gerakannya sudah lebih luwes. Bahkan ada juga mungkin yang sudah SMP atau SMA, tapi baru belajar menari. Sudah tentu mereka lebih cepat belajar dan lebih luwes.
 

Eeeh... ternyata guru utamanya bapak-bapak lho. Pak Nengah, yang konon mantan penari profesional

Kadang-kadang diiringi live music juga, yang langsung ditabuh oleh sang Pelatih.
Tapi, biar bagemanapun ibu tetap seneng mengantar adek latihan nari. Nggak peduli gerakannya masih ribet... yang penting kuncinya nggak boleh bosen. Ibu bayangin, mungkin kegiatan ini akan terus berlangsung bertahun-tahun. Mungkin sampe adek tamat SD, nggak tamat-tamat belajar narinya. Lhaa wong untuk menguasai satu tarian perlu waktu berbulan-bulan. Intinya, nggak ada ketrampilan yang instant. Semuanya perlu waktu, ketekunan dan pengorbanan.  Ibu nggak mikirin soal berbakat atau tidak berbakat. Toooh targetnya bukan prestasi, tapi yang penting mampu menguasai hingga level tertentu. Sudah cukuplaaah.. Target lainnya, ya minimal adek punya bekal ketrampilan sederhana dan mengenal salah satu budaya bangsa sendiri.


Cuplikan latihan tari yang ke berapa yaaa.. ke lima kayaknya

Cumaaa... ada cuma nya niih.. Waktu awal-awal, supaya adek semangat latihan narinya, pulang latihan ibu selalu menjanjikan adek buat naek kuda. Tapi lama-lama tekor juga euy. Biaya naek kudanya lebih mahal dari biaya tari bulanan.  Lah itu sekali naek kuda bayar 20 rebu satu puteran. Adek nggak pernah merasa cukup satu kali puter. Minimal 3x, pernah sampe 5x. Deeeuh.. keenankan si penjaga kudanya dooong. 

 
So.. setelah beberapa minggu, ibu berusaha mengalihkan kegiatan naek kuda ini dan Alhamdulillah sukses...(jadi nggak perlu obral janji naek kuda lagi setelah nari).