Senin, 30 Juni 2008

Mempengetahuankan Ekonomi dan Mengekonomikan Pengetahuan.

(Knowledge Economy ? Empowering yourself with the knowledge).
Meski slogan di atas kedengarannya basi, tapi tetap efektif untuk menyatakan satu kondisi yang harusnya disebarluaskan ke masyarakat. Seperti halnya jaman dulu ada slogan'memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat', dan sekarang mungkin berubah menjadi 'memasyarakatan idol dan mengidolkan masyarakat', dan sekian banyak plesetan lainnya.. eh.. back to focus.
Maksudnya apa sih? Konon, salah satu buku yang pernah aku baca, pengantarnya mengatakan bahwa saat ini era informasi, sehingga banyak perusahaan yang menganggap informasi sebagai salah satu aset penting. Tapi apakah knowledge sama dengan information? kata orang seeh.. beda.., knowledge itu lebih kepada bagaimana menarik intisari dari informasi, atau menginterpretasikan informasi, ya.. pokoknya sejenis itu lah.
Trus bagaimana memaknai kalimat di atas ??
Kalo versi aku sih.. pertama, sekarang ini eranya pengetahuan, supaya orang bisa maju maka orang tersebut harus mengandalkan pengetahuan, maksudnya harus berusaha terus menambah dan meningkatkan pengetahuan karena daya saing orang di era bisnis dan ekonomis saat ini tergantung dari kualitas pengetahuannya. Tentu, untuk minum 'jamu' masuk angin, nggak perlu pintar (kata plesetan iklan), maksudnya, kayaknya impossible orang bisa berkiprah di bidang bisnis tanpa pengetahuan.
Tapi, konteks kata pengetahuan juga luas, bukan melulu berkonotasi teknologi, atau sesuatu yang bersifat saintifik, tapi jika di ekstend lagi, sesuatu yang bersifat 'skill life', atau pengetahuan yang diperlukan orang untuk, misalnya, agar hidupnya lebih sejahtera, berguna buat orang, dlsb. Jadi tidak melulu teknikal.
Gimana sih realisasi kalimat diatas? Mempengetahuankan ekonomi artinya, kita kudu mau mempelajari bisnis, maksud 'bisnis' disini bukanlah dagang dalam artian hitam putih. Business, dalam arti kata dasarnya 'urusan', ekonomi, kalo aku artikan bebas, mungkin bagaimana memberdayakan bisnis untuk mendapatkan manfaat. Ekonomi sering berkonotasi dengan keuntungan dan uang.
Tapi, keuntungan, saat ini, sebenernya bisa dijabarkan dalam 2 hal, yaitu tangible benefit dan intangible benefit. Yang intangible itu yang susah dihitung atau diuangkan, tapi sebenernya merupakan sesuatu yang relatif bertahan dibandingkan uang. Jadi, belajarlah bahwa dalam hidup ini segala sesuatu berjalan mengacu pada bisnis (maksudnya urusan.. urusan dengan
keluarga, masyarakat, urusan dengan keimanan dlsb). Trus.. gimana kita mendapatkan 'keuntungan' dari setiap urusan tersebut, dalam artian tangible dan intangible. Urusan dengan keimanan tentunya nggak bisa dikatagorikan tangible (tapi mungkin ada juga yang memetakannya menjadi tangible dalam konteks tertentu, misalnya, berdoa agar diberi banyak rejeki. Apa bentuk rejekinya.. nah ini dia.. tiap orang bisa beda persepsi), urusan dengan
masyarakat bisa juga dalam bentuk tangible dan intangible.
Prase kedua 'mengekonomikan pengetahuan', secara spesifik adalah bagaimana kita memberdayakan pengetahuan tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Artinya lagi, mungkin memilih pengetahuan yang tepat dan memberdayakan pengetahuan tersebut untuk mendapatkan nilai tambah. Memangnya ada pengetahuan yang nggak tepat dan nggak bermanfaat? Jawabannya sih relatif..., menurut tukang copet, pengetahuan mencopet itu penting, mungkin suatu saat dia akan memberdayakan pengetahuan mencopetnya dengan cara
membuat pelatihan mencopet, membuat buku berjudul 'thieft tips n trick', dan berbagai cara lainnya untuk mengekonomikan pengetahuannya. (Liat aja bagaimana orang mengekonomikan pengetahuan tentang 'ESQ', dengan cara membuat berbagai event pelatihan, harganya muahal-muahal, dilaksanakan di hotel berbintang dan di perusahaan2 gede dlsb, padahal katanya misinya sederhana.. memasyarakatkan ESQ, memangnya kalo nggak lewat pelatihan yang mahal-mahal gitu, orang nggak bisa mengerti dan menyerap apa itu ESQ?, sssttt.. usil ama urusan orang..!!)
Let's say about practical trip, bagaimana mempengetahuankan economy dan mengekonomikan pengetahuan. Buat aku, yang berprofesi sebagai pengajar (baca : dosen atau instruktur), pengetahuan adalah aset yang penting. Berhubung banyaknya bidang keahlian yang harus dipelajari, maka sebelum mempelajari satu bidang keahlian, ada baiknya melakukan survey dulu, kira-kira bidang mana yang 'need' nya tinggi, alias banyak dibutuhkan, tapi sedikit orang yang mau mempelajari/menekuninya. Nggak usah gede-gedan surveynya. cukup di wilayah
deket kita aja. Misalnya, kalo kita tinggal di kampung, tinggal diinvestigasi di kampung itu yang belum ada ahli apa? Misalnya .. ooo.. belum ada yang bisa ngajarin membasmi virus komputer, padahal banyak yang butuh lho..! Nah, bisa jadi peluang tuh..!! Pelajarilah bagaimana membasmi virus komputer tersebut.
Kedua, berinvestasi. (kalo di kursus=kursus, biasanya biaya kursus sering disebut 'investasi', maksudnya modal untuk belajar sesuatu, ntar ada hasilnya gituuu!!), dalam konteks belajar ini, investasi dapat berarti : beli bukunya, luangkan waktu untuk mencoba / praktek (brarti kudu punya bahan-bahannya, termasuk korban=korban kegagalannya).
Ketiga, jangan tunggu sampe kita merasa 'hebat' dan 'ahli', karena sebenernya belajar itu nggak ada udahnya, nggak ada levelnya, level cuma dibuat untuk menunjukkan milestone, atau pencapaian. Jadi, segeralah mulai mengamalkan pengetahuan tersebut, biarpun masih pada level awal, newbie, dasar, dlsb, nanti sambil beramal kita akan dapat pengetahuan baru (note: tapi ini nggak berlaku buat kedokteran lho.. kan gawat kalo baru bisa nyuntik ngakunya udah jadi dokter).
Keempat, dari segi beramal, lama-lama jadi berbisnis. Maksudnya, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan relasi, lama-lama pengetahuan dan relasi tersebut akan membuat sebuah jaringan bisnis. Gitu kan cara mereka mengkomersialisasikan pengetahuan..
Ah.. nggak gitu juga maksud tulisanku. Bukannya untuk mendiskreditkan orang yang membisniskan pengetahuannya, lha wong aku juga melakukannya. Maksudku, sejak sekarang, mulailah perbanyak belajar, whatever deh.. pokoknya belajar, kedua, berdayakan diri dengan apa yang dipelajari tersebut, ketiga, bangun bisnis dari apa yang kita pelajari tersebut. Jadi, singkat kata.. get the knowledge and sell the knowledge that you already have.

Senin, 23 Juni 2008

Pindah Sekolah

Hari ini Bilal bagi raport. Aku yang bertugas ambil raport sekalian ngurusin pindahan sekolah Bilal. Rencananya nanti kelas 4 Bilal mau pindah ke sekolah alam bandung,(http://sekolahalambandung.com). Sebenernya dari waktu masuk kelas 1 juga Bilal udah pengen ke sekolah alam, tapi mungkin baru sekarang rejekinya ada.
Sedih juga sih rasanya.. apalagi Bilal sudah cukup lama bersekolah disini. Beberapa orang tua teman bilal, terutama teman yang cukup dekat, agak menyesalkan, kenapa Bilal harus pindah. Sebetulnya Bilal juga agak sedih, terutama karena harus berpisah dengan temen-temennya satu gank, misalnya Rizki dan Ival.
Tapi situasi dan kondisinya sepertinya harus begitu. Alasannya bisa dibagi menjadi beberapa item :
  1. Lokasi, ini alasan yang paling utama. Dari sekolah alam ke rumah, hanya perlu waktu 15 menit berjalan kaki, tanpa harus melewati jalan raya utama.
  2. Karakter, ini alasan kedua. Diharapkan dengan pindah ke sekolah alam ini Bilal memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengembangkan karakternya.
  3. Muatan agamis, ini alasan ketiga. Mudah-mudahan di sekolah yang baru ini Bilal berkesempatan lebih banyak mengenal muatan agama dibandingkan sekolah sebelumnya yang memang hanya mengalokasikan waktu relatif sedikit untuk pembelajaran agama (dan juga etika :/).
Mudah-mudahan harapan tersebut dapat terpenuhi..Amin..!!
Bagi raport memang selalu lucu. Misalnya, baru sekarang aku baru denger wali kelasnya menyampaikan bahwa Bilal dianggap cukup potensial dan masih bisa dikembangkan. Tapi, kalo di'kembang'kannya dalam konteks di-push supaya angka raportnya lebih baik lagi, aku nggak setuju lah.. Jadi, seperti biasa, aku nggak banyak tanya-tanya, nggak banyak protes, cuma ngangguk-ngangguk. Aduh.. aku juga lupa, nggak nanya, Bilal ranking berapa ya? Soalnya di raport nggak ditulis jadi harus nanya ke gurunya. Kebetulan, aku agak males dan lupa.
Yang lucu lagi adalah kutipan dialog antar orang tua, baik yang terdengar di kelas, di halaman maupun di jalan pulang. Misalnya "kenapa ya anak saya nggak masuk 10 besar, padahal perasaan nilainya nggak jelek-jelek amat".
Atau, ini potongan dialog seorang ibu yang (mungkin) melaporkan hasil raport pada suaminya :
"Aduh.. nggak tau deh pa.. si xx (anaknya) koq nggak ranking ya? yang ranking pertama itu si yy, yang lain ibu nggak tau. Aneh ibu juga.. nggak ngerti tuh.. kenapa bisa ya.. Padahal nilai raport xx tuh bagus-bagus, emang sih yang agak kecil tuh nilai TIK, ngaku itu mah. .rada kurang. Trus yang sebel tuh nilai olahraga dan KTK, meni sebel ke si ZZ (mungkin gurunya ya..:( ). Meni tega ngasih nilai kecil ke xx....X@#$@%$#4..." (he..he..sensor neh)
Jadi ternyata, masih banyak (atau mungkin kebanyakan) orang tua menilai pencapaian anaknya dalam bentuk angka, ranking, juara, dlsb. Duh kasian amat mereka yang nggak masuk ranking, juara dlsb.. padahal mereka mungkin aja di masa mendatangnya dapat menjadi manusia-manusia yang lebih unggul, berpotensi, dlsb daripada yang rangking-ranking tsb..