Kamis, 19 Januari 2012

Hikayat Sepak Bola (Gajah)


Nak..
Mari kita kilas balik. Sudah lamaaaa sekali ibu ingin menuliskan cerita ini, sekedar dikenang, sekedar jadi pelajaran di masa mendatang, bukan karena dendam, hanya ingin sekedar melepaskan rasa kecewa yang menumpuk di dada.
Nak..
Dalam pikiran ibu, tak pernah terlintas sedikitpun bahwa kamu akan memilih menjadi atlet sepakbola. Meskipun dari kecil ibu tau kamu suka sekali menendang-nendang bola...
Sekarang pun, di usiamu yang baru lewat 12 tahun, ibu masih menganggap sepakbola hanyalah hobi dan ibu, selaku orang tua, berkewajiban menyalurkan hobimu dengan semestinya. Barangkali dari hobi itu kamu dapat banyak manfaat dan pelajaran, terutama pelajaran long life skill, soft skill, leadership, teamwork, ataupun apalah istilah-istilah keren lainnya.
So, ketika ulang tahun ya ng ke-8 kamu meminta untuk dimasukkan ke sebuah Sekolah Sepak Bola (SSB), ibu dan ayah mencoba memilih yang terdekat dan terjangkau dari segi waktu dan biaya, yaitu SSB Gajah, yang kebetulan lapangan latihannya dekat dengan tempat tinggal kita. Ibu masih ingat bagaimana berseri-serinya wajahmu ketika pertama menggunakan seragam SSB tersebut, dengan nama kamu di punggungnya.
Awal-awalnya, ayah dan ibu hanya senang melihat kamu bermain di lapangan, bertemu teman baru, mempelajari hal baru dan sebagainya. Masih ibu ingat, beberapa orang tua yang berteriak-teriak di pinggir lapangan sambil tertawa-tawa melihat lucunya tingkah anak mereka ketika bermain atau bertanding dengan teman mereka di lapangan. Tidak ada rasa emosi ataupun ambisi. Selama awal-awal masa tersebut, kamu sempat bermain menjadi back, tetapi karena badanmu yang relatif lebih besar dibandingkan yang lain, akhirnya kamu ditawari untuk bermain menjadi goalkeeper.
Tahun-tahun pertama, tidak ada yang istimewa. Kamu berlatih 2 kali seminggu, Minggu pagi dan Jumat sore. Tidak banyak pertandingan yang kamu ikuti, tidak juga kompetisi. SSB kamu memang setiap tahun menggelar event besar yang banyak didatangi oleh SSB lain. Tapi SSB kamu tidak pernah bisa bertahan lama di event tersebut. Mereka biasanya langsung kalah di babak awal dengan skor tragis. Tapi semua tidak ambil peduli, karena menganggap bermain bola hanya untuk kesenangan. 

Sampai suatu ketika, SSB kamu merekrut seorang pelatih, yang konon bekas pemain klub cukup terkenal di kota kita. Sang pelatih baru, nampaknya lebih serius menggarap anak asuhnya. Pak Pelatih membentuk tim khusus dan memilih anak-anak yang dianggapnya potensial, termasuk kamu Nak.. Terpilih masuk dalam tim itu merupakan kebanggaan buat kamu. Terlebih lagi, sang pelatih sangat rajin memberikan motivasi dan lembut tutur katanya, sehingga dalam waktu singkat, kamu dan teman-temanmu jatuh cintrong dengan pelatih tersebut. Sang pelatih rupanya punya program sendiri yang mungkin tidak sejalan dengan program versi “santai” dari manajemen SSB Gajah, seperti, menambah porsi latihan menjadi 3x seminggu, rajin mengunjungi klub lain untuk uji tanding, dan mencoba mengikuti beberapa kompetisi di luar kompetisi yang diselenggarakan SSB Gajah. Karena mungkin tidak sejalan, dalam menjalankan program tersebut, banyak hambatan dan rintangan sehingga, kami-kami selaku orang tua, yang ingin agar anaknya mendapatkan pelatihan yang lebih baik, bersepakat mensubsidi sendiri program tersebut, misalnya, membuat iuran tambahan untuk sang pelatih untuk jadwal latihan tambahan, membuat rompi baru (karena rompi yang lama sudah tidak jelas bentuk dan warnanya), sumbangan untuk biaya perjalanan jika harus bertanding ke tempat yang jauh, dan biaya mengikuti kompetisi.
Para anggota tim pun datang dan pergi silih berganti. Banyak diantara teman-temanmu yang tiba-tiba keluar dari SSB dengan berbagai alasan, mungkin bosan, capek, atau pindah ke SSB lain. Banyak juga yang baru bergabung. Lama kelamaan, kamu mempunyai tim yang cukup solid, didukung juga dengan komunikasi yang bagus di antara para orangtua sehingga sang pelatih seringkali merundingkan program-programnya dengan orang tua dan perwakilan orang tua. Kelihatan sekali bahwa sang pelatih tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari manajemen SSB Gajah, tetapi juga kelihatan jelas bahwa sang pelatih ingin agar tim yang dilatihnya memiliki prestasi. Di tahun kedua tim kamu ditangani pelatih, kamu dan teman-teman berhasil menembus hingga ke 8 besar pada kompetisi tahunan.

Meskipun tidak melaju terus, kamu sangat bangga bahwa akhirnya tim kamu mendapatkan gelar “fair player” team. Memang sang pelatih terlihat sangat peduli dengan sikap anak didiknya selama bermain, mereka tidak boleh berucap kasar, berlaku curang dan kasar selama bertanding. Sang pelatih seringkali membiarkan anak didiknya kalah daripada harus cedera atau celaka. Kami selaku orang tua merasa bahwa sang pelatih sangat peduli dengan kamu dan teman-temanmu.

Tetapi, seiring dengan waktu, komposisi para pemain juga sering berubah. Komposisi terakhir yang solid dan kompak itu memiliki kelemahan. Banyak para pemain yang berasal dari golongan ekonomi pas-pasan. Beberapa orang temanmu, misalnya, hampir tidak pernah didukung atau didampingi orang tua. Mungkin karena orangtuanya sibuk, atau merasa bahwa yang anak-anaknya lakukan sekedar hobi, atau mereka memang tidak cukup “mampu” untuk mendukung. Beberapa diantaranya memang hidup dalam kondisi ekonomi pas-pasan, ada yang ditinggalkan begitu saja oleh sang ayah, ada juga yang memang sudah benar-benar yatim, atau ada yang ayahnya tiba-tiba terserang penyakit kelumpuhan permanen. Untuk itu, kami para orangtua, bahu membahu berusaha melakukan subsidi silang agar kamu dan teman-temanmu tetap dapat bermain. Pernah juga terlintas di pikiran ayah ibu untuk meminta sponsor untuk membiayai kegiatan-kegiatan tim kamu, karena sepertinya manajemen SSB Gajah tidak terlalu mendukung usaha peningkatan prestasi kamu dan teman-teman. Bahkan, ibu pernah sekali berhasil mendapatkan dana sponsor dari salah seorang rekan ibu, yang segera dibelanjakan seragam, peralatan lain dan pendaftaran sebuah pertandingan.
Pernah juga sekali waktu, para orang tua sepakat agar tim kamu mengikuti sebuah kompetisi yang diadakan oleh salah satu SSB terkenal di kota kita. Meskipun kalah telak, tapi orang tua tidak menyesal karena merasa bahwa kamu dan teman-teman mendapatkan pelajaran berharga dari pertandingan tersebut. Semua biaya untuk mengikuti pertandingan tersebut kami kumpulkan dari donasi para orang tua. Tetapi, begitu selesai pertandingan, pelatih dan para orang tua malah diperingatkan oleh manajemen SSB Gajah, bahwa apa yang kami lakukan itu terlarang, karena kami mengikuti kompetisi tanpa ijin, dan bahwa manajemen SSB Gajah berprinsip, tidaklah penting prestasi, yang penting bagaimana anak-anak bermain bola dengan riang gembira dan tidak cedera. Konon, mereka khawatir anak-anak cedera. Tetapi orang tua tidak sependapat, karena beberapa orang tua berpendapat, bagaimana kita bisa mengetahui perkembangan anak-anak tersebut kalau mereka tidak pernah dikenalkan dengan kompetisi? Manajemen SSB Gajah tetap pada prinsipnya yaitu tidak mendukung jika tim kamu ikut kompetisi di luar SSB Gajah.
Nak..,
Karena makin solidnya kamu dan teman-teman, dan karena networking yang dimiliki oleh pelatih kamu, akhirnya tim kamu mengikuti sebuah pertandingan futsal. Di luar dugaan, pada pertandingan itu tim kamu, untuk pertama kalinya, menjadi juara. Bahkan tidak tanggung-tanggung, kamu mengalahkan salah satu tim SSB yang cukup tangguh di kota ini. Kamu sendiri mendapatkan piala sebagai goalkeeper terbaik pada pertandingan tersebut, dan rekan kamu, mendapatkan piala sebagai pemain terbaik.

Manajemen SSB Gajah terhenyak, tak menyangka bahwa tim kamu akhirnya mampu berprestasi. Piala tersebut langsung dipajang di deretan rak ruang kantor manajemen SSB Gajah.

Beberapa bulan setelah pertandingan futsal tersebut, tim kamu nekad mendaftarkan diri pada sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh sebuah SSB di daerah pinggiran kota. Meskipun di daerah pinggiran, SSB ini menyelenggarakan kompetisi cukup professional dan diikuti hampir 30 tim dari berbagai SSB di kota ini. Di luar dugaan juga, tim kamu sekali lagi berhasil meraih juara. Kali ini, manajemen SSB Gajah mulai mendukung, dengan hadir pada babak final dan memberikan dukungan yang memadai. Lagi-lagi tim kamu berhasil membawa pulang piala sebagai tim terbaik dan pemain terbaik.


Pertandingan final juga sangat mengharukan Nak. Kamu bertanding di sebuah lapangan pinggiran kota yang terletak di tengah-tengah perumahan padat dan kumuh. Di sekelili lapangan banyak batu-batuan dan sampah bertebaran, ada juga beberapa kandang ayam dan bebek meramaikan suasana. Penonton berteriak-teriak, terdiri dari para pemain tuan rumah, orang tua pemain tuan rumah dan masyarakat sekitar (yang notabene pendukung tim tuan rumah). Mereka, anak-anak, bapak-bapak, dan ibu-ibu berteriak-teriak menyemangati tim kamu. Itu karena tim kamu melawan tim yang mengalahkan mereka. Seolah-olah mereka melampiaskan “dendam” dan mengharapkan tim kamu menang. Pertandingan berlangsung seru dan tegang, Nak. Ditambah dengan tingkah “komentator” yang mirip seperti komentator pertandingan di televisi. Pertandingan harus diakhiri dengan adu penalti. Bapak-bapak bertepuk tangan dan berteriak. Ibu-ibu mengibarkan kain gendongan dan melemparkan apa saja yang ada di tangan, dan anak-anak dari tim tuan rumah berlari-lari ke tengah lapangan memeluk kamu dan teman-temanmu ketika akhirnya tim kamu menang.


Karena sudah mulai bangkit rasa percaya diri, tim kamu akhirnya berusaha mengikuti sebuah kompetisi besar, yaitu kompetisi Danone. Sayang, pada kompetisi ini tim kamu kandas di 8 besar. Tentunya kompetisi ini lebih berat dari yang sebelumnya karena diikuti lebih dari 200 tim dari berbagai SSB di provinsi ini. Padatnya jadwal pertandingan dan minimnya dukungan akomodasi, membuat para anggota tim kelelahan dan tidak mampu bertanding dengan baik. Dalam satu hari, tim kamu harus bertanding nyaris 6 kali. Meskipun satu pertandingan berlangsung singkat, tetapi seharian di lapangan, seragam yang hanya satu, kurang istirahat dan kurangnya konsumsi yang memadai, membuat tim kamu tumbang. Ibu tidak sedih kamu kalah, Nak…! Menurut ibu, kamu dan teman-teman sudah berusaha maksimal. Dengan pola latihan dan yang sudah kamu laksanakan selama ini serta minimnya dukungan manajemen SSB Gajah ataupun para orang tua beberapa teman-teman kamu, kamu mungkin belum sanggup melawan tim-tim besar tersebut.

Selanjutnya tim kamu berusaha bangkit dan memfokuskan diri pada agenda berikutnya, yang hanya selang beberapa minggu dari kompetisi Danone, yaitu kompetisi tahunan yang selalu diselenggarakan oleh SSB Gajah, artinya SSB Gajah, SSB kamu sendiri, menjadi tuan rumah. Tahun 2011 merupakan penyelenggaraan yang ke 15 dari kompetisi tahunan ini, dan selama itu, belum pernah sekalipun tim tuan rumah menjadi juara. Jangankan juara, masuk semi final saja belum pernah. Prestasi yang pernah dicapai selama ini hanya sebatas 8 besar, itupun terakhir diraih oleh tim kamu setahun sebelumnya. Jadi, tahun ini, semua anggota tim bermimpi untuk sukses di kompetisi ini. Target mereka, MASUK FINAL!! Meski terdengar muluk, tetapi itu bukan hal yang mustahil. Secara perlahan tapi pasti, satu persatu tim kamu hadapi hingga akhirnya tim kamu, untuk pertama kalinya selama 15 tahun, berhasil masuk babak final dan bertanding melawan tim dari SSB yang sangat terkenal karena keunggulannya dan sudah menjadi langganan juara di berbagai kompetisi.
Pertandingan final sangat menegangkan untuk semua orang, termasuk orang tua dan para pendukung tim kamu. Tim lawan sangatlah tangguh, tetapi tim kamu juga berjuang habis-habisan, sehingga tim lawan kesulitan menjebol gawang. Hingga lewat babak pertama posisi masih 0-0, dan ini untuk pertama kalinya bagi tim lawan kesulitan untuk menang. Biasanya, hampir pada semua pertandingan, tim lawan, yang memang sangat terkenal karena ketangguhannya, bisa menang mutlak dengan skor fantastis, misalnya 4-0, 6-0, bahkan 10-0. Tapi kali ini mereka bersusah payah berjuang menjebol gawang yang kamu pertahankan habis-habisan. Pertahanan itu rontok pada babak kedua, kamu kebobolan 1 bola. Tetapi teman-teman kamu terus berjuang hingga peluit ditiup dan posisi tidak berubah. Kamu kalah 1-0, Nak..!! Kamu menangis, teman-teman kamu juga menangis…… menangisi gelar juara yang “nyaris” di tangan. Tapi ibu tidak kecewa nak.. kamu sudah berjuang, dengan segala kemampuan yang ada. Postur tubuh lawan yang memang relatif lebih besar dibandingkan teman-temanmu, kemampuan dan pengalaman lawan yang memang lebih sering bertanding, tentunya merupakan tantangan yang berat bagi teman-teman kamu. Ibu terharu kamu berhasil menahan mereka hingga hanya jebol satu bola saja. Ibu bangga, Nak..!! Usiamu baru lewat 12, masih banyak pertandingan lain, masih panjang perjalanan hobimu pada sepakbola.

Pertandingan itu sangat berkesan buat ibu dan semua anggota tim. Pelatih kipermu bahkan sengaja memberikan hadiah istimewa (yang mungkin sudah disiapkan sebelumnya), sebuah t-shirt elastico biru, yang langsung kamu pakai saking senang dan bangganya dengan pemberian tersebut. Menjelang pembagian piala, teman-temanmu sudah hilang sedihnya. Mereka berjejal di seputar podium, menunggu door prize yang akan dibagikan panitia. Tidak ada lawan, semua menjadi kawan. Semua pemain dari berbagai tim berebut dan saling meledek temannya pada acara doorprize tersebut. Tim kamu mendapat piala juara ke-2, dan sekali lagi, temanmu menjadi pemain terbaik. Pembagian piala dihadiri oleh beberapa pejabat penting di luar manajemen SSB Gajah tetapi merupakan pejabat di lingkungan sekolah Gajah.
Oh ya.. ibu lupa cerita ya.. SSB Gajah ini dikelola oleh UPT olahraga Sekolah Gajah. Bahkan, ketua UPT pun salah seorang dosen di sekolah Gajah tersebut. Hadirnya para pejabat di lingkungan sekolah Gajah menunjukkan besarnya dukungan mereka pada turnamen tersebut. Saat pembagian hadiah, bergantian para pejabat sekolah Gajah memberikan hadiah untuk para pemain. Saat itu juga, ibu sempat duduk-duduk dekat dengan kepala UPT Olahraga dan mencuri dengar pembicaraannya dengan salah seorang pejabat sekolah Gajah. Sang kepala UPT sibuk menjelaskan prestasi yang sudah dicapai oleh SSB Gajah, bahwa tim ini merupakan tim andalan, tim inti, yang sengaja dibentuk, dan diberi porsi latihan tambahan, untuk mengejar prestasi. Bahwa, setelah 15 tahun penyelenggaraan, baru kali ini tim tuan rumah berhasil mencapai babak final. Bahwa mereka sudah melakukan pembinaan dengan lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sang pejabat mendengarkan dengan seksama dan sesekali mengangguk-angguk tanda setuju dengan ucapan sang kepala UPT.

Dibalik hingar-bingar pertandingan final tersebut, Nak.. tersisa beberapa cerita, misalnya, ternyata, gol satu-satunya dari tim lawan tersebut disarangkan oleh salah satu pemain, yang konon ayahnya meninggal pas pertandingan itu berlangsung. Jadi, kamu menulis di status FB mu, beberapa saat kemudian, bahwa pemain tersebut memang pantas menjadi pahlawan bagi timnya, karena beratnya beban yang ia tanggung saat itu. Ada juga cerita bahwa kamu dan beberapa orang temanmu sempat ditawari pindah oleh pelatih tim lawan karena tertarik dengan permainan yang disajikan. Cerita lainnya tentang beberapa orang tua dan pemain dari tim-tim sebelumnya, yang sempat menjadi lawan, mengusulkan agar kamu dan teman-teman kamu pindah ke SSB mereka agar mendapatkan porsi latihan dan dukungan yang lebih memadai. Mereka semua memaklumi, bagaimana SSB Gajah sudah mengabaikan tim kamu selama ini. Tidak semua cerita menyenangkan, ada cerita menyedihkan bagaimana pelatih tim lawan, yang dikalahkan oleh tim kamu, mencerca kamu dengan kata-kata kasar dan membuat kamu sedih, hingga tak tahan berucap “Pak.., jangan begitu, tolong hargai saya sedikit”. Ucapan kamu makin membuat sang pelatih marah hingga ayah pun ikut turut campur menyelesaikan masalah, karena menurut ayah, sangat tidak pantas pelatih langsung menyerang mental pemain lawan. Seharusnya pelatih tersebut melancarkan protes ke wasit atau panitia.
But, the party is over, Nak.. kamu kembali ke rutinitas pertandingan biasa. Tetapi kali ini dengan semangat yang lebih menggebu-gebu dari semula. Rasa percaya diri yang tinggi sekarang melekat di teman-teman kamu. Mereka percaya bisa bermain baik meskipun dengan dukungan yang minim. Mereka mulai mengukir impian, pertandingan mana lagi yang akan mereka hadapi selanjutnya? Siapakah lawan mereka berikutnya?
Tapi, sambutan dari manajemen SSB Gajah tidak seperti yang kamu harapkan. Alih-alih menghargai prestasi kamu, mereka malah memberikan pengarahan bahwa mereka tetap tidak terlalu berorientasi prestasi. Jadi, jika ada diantara teman-teman kamu yang ingin pindah ke SSB lain (mungkin mereka mendengar rumor selama pertandingan), mereka mempersilakan dengan senang hati. Intinya, mereka hanya menyatakan bahwa mereka tidak akan mengubah kebijakan. Siapapun yang tidak menyukai kebijakan tersebut, dipersilakan keluar dari SSB Gajah dan pindah ke SSB lain. Beberapa orang tua mulai tergoda untuk pindah, tetapi beberapa masih bertahan karena mempertimbangkan tingginya ikatan hubungan antara pemain dan pelatih pada tim ini. Mereka bertahan karena mereka cinta dengan pelatih mereka. Mereka merasa sang pelatih telah berhasil membawa mereka mencapai sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Selanjutnya datanglah kejutan yang tidak pernah diduga-duga. Suatu sore, sang pelatih datang ke lapangan dengan membawa secarik kertas yang ternyata berisi PEMECATAN dari manajemen SSB Gajah. Semua kaget, terhenyak dan bingung. Teman-teman kamu syok, dan tidak percaya. Kok bisa? Bukankah kemaren mereka berprestasi? Bukankah sang pelatih sudah membuktikan bahwa programnya berhasil? Tetapi manajemen SSB Gajah punya berbagai alasan untuk memecat sang pelatih dan memproyeksikan pelatih mereka lainnya untuk menangani kamu dan teman-teman, yaitu pelatih yang sudah lebih lama terlibat di manajemen SSB Gajah. Menurut isyu, sang pelatih lama ini sebenarnya tidak memiliki jam terbang yang memadai di bidang persepakbolaan, apalagi sebagai pelatih. Bahkan, sebelum kamu dan teman-teman ditangani oleh pelatih yang dipecat, pelatih lama ini sudah pernah menangani tim kamu dan tidak satupun pertandingan yang pernah dimenangkan oleh kamu dan teman-teman selama berlatih dengan pelatih lama tersebut. Jadi, semua teman-temanmu menolak pemecatan itu, tetapi tidak berdaya. Beberapa temanmu menangis dan mengumpat manajemen SSB Gajah, tetapi manajemen tidak bergeming dan tetap memecat sang pelatih.
Akhirnya, orangtua turun tangan dan berunding. Diadakanlah pertemuan non formal dan akhirnya, disepakati bahwa seluruh anggota tim (16 orang) menyatakan pengunduran diri dari SSB Gajah, dan memilih untuk tetap berlatih dengan pelatih tersebut. Secara resmi, kamu dan teman-teman membuat surat pernyataan pengunduran diri dari SSB Gajah, dan yang lebih anehnya lagi, ditanggapi juga oleh manajemen SSB Gajah dengan membuat surat yang (menurut ibu) isinya sangat tidak mendidik dan emosional. Pada surat jawaban dari SSB Gajah tersebut dinyatakan bahwa pengunduran diri kamu dan teman-teman diterima, tetapi pada poin berikutnya, kamu dan teman-teman tidak diperkenankan untuk kembali ke SSB Gajah di kemudian hari.



Waawww.. dosa apa yang sudah kalian perbuat nak?? Bahkan, secara lisan, salah seorang pengurus SSB Gajah mengundang salah seorang perwakilan orang tua dan mengucapkan beberapa kalimat bernada negative seperti, seolah-olah kamu dan teman-teman itu tidak tahu malu, bahwa mereka sebenarnya dapat menuntut balik, mereka sudah membina kamu dan teman-teman sehingga sikap kamu dan teman-teman ketika mengundurkan diri merupakan sikap buruk dan mereka dapat saja menuntut ganti rugi uang pembinaan.
Nak,
Ibu pikir ini hanyalah sebuah sekolah sepak bola. Bukankah boleh-boleh saja siswa pindah sekolah dengan berbagai alasan? Apakah sekolah berhak menghalang-halangi siswa yang ingin pindah? Ataukah sekolah itu berhak mengeluarkan ancaman bahwa siswa yang pindah tidak boleh kembali ke sekolah itu lagi di kemudian hari? Jujur nak, ibu kaget!! Ibu pikir bermain bola dan ikut SSB itu hanya sebatas hobi dan kegembiraan anak-anak saja. Ibu tidak mengerti ada apa dibalik sikap orang-orang dewasa itu? Mereka menghadapi anak-anak, bukannya pemain bola professional yang sudah mereka kontrak dengan bayaran tinggi. Anak-anak inipun mengeluarkan uang untuk membayar iuran bulanan, membayar kaos, dan keperluan lainnya. Jadi mereka tidak gratis mengikuti SSB tersebut. Ketika mereka ingin pindah, mengapa manajemen SSB Gajah harus bersikap seperti itu ? Hal lain yang lebih membuat prihatin ibu, konon para pengurus SSB Gajah ini kan juga merupakan dosen dan pejabat di Sekolah Gajah. Ada kepentingan apa sehingga beliau-beliau ini memperlakukan anak-anak itu seperti demikian? Bukankah mereka sendiri yang pernah berucap, jika keberatan dengan manajemen SSB Gajah, silahkan pindah ke tempat lain. Tentunya jika ada yang ingin pindah, tidaklah pantas diberikan surat ancaman seperti itu.
Nak...,
Itu sebuah pengorbanan yang besar!! Dengan diperlakukan seperti itu, kamu dan teman-teman tetap bertekad keluar dari SSB Gajah dan memilih berlatih dengan sang pelatih tanpa SSB. Bahkan sang pelatih ini pun tidak menjanjikan apa-apa. Sang pelatih diserahi sebuah tim, tapi tanpa SSB apalah artinya tim. Tim ini hanyalah sekumpulan anak-anak yang suka bermain bola dan sangat peduli dengan teman-temannya sehingga mereka tidak rela dipisahkan. Tim ini tidak punya manajemen, tidak punya lapangan dan administrasi pendukung lainnya. Beberapa alternatif sempat dikaji oleh orang tua, misalnya, ada tawaran untuk memindahkan seluruh tim ke salah satu sponsor yang sangat ini memiliki tim SSB, atau digabungkan dengan SSB-x yang konon pengurusnya merupakan relasi salah satu orangtua. Tetapi sang pelatih menawarkan agar tim ini bergabung dengan SSB lain yang dikelola oleh sang pelatih, yaitu SSB XYZ. Tetapi, tawaran ini hanya bersifat lisan, artinya, tidak ada pertemuan resmi antara orang tua dengan manajemen SSB XYZ bahwa mereka memang menerima kamu dan teman-teman sebagai anggota tim. Hubungan dengan SSB XYZ selalu melalui sang pelatih. Akhirnya opsi ini didukung penuh oleh kamu dan teman-teman, karena, dengan pikiran yang pendek, buat kamu dan teman-teman, yang penting mereka bisa bermain dalam satu tim dan dilatih oleh sang pelatih yang sangat mereka sayangi tersebut.
Ibu tidak ingat, Nak, entah karena saking segannya dengan sang pelatih, atau para orang tua lebih focus kepada kegembiraan anak-anak ketika bermain, akhirnya kita semua sepakat bergabung sebagai anggota SSB XYZ tanpa prosedur resmi, artinya kita tidak menandatangani semacam formulir pendaftaran, dan lain-lain. Tiba-tiba kamu dan teman-teman sudah mengenakan seragam baru, SSB XYZ. Masalah kemudian muncul karena SSB XYZ ini ternyata home-base nya jauh dari kota kita Nak, di kota tetangga, dan sangat sulit untuk dicapai oleh para orangtua yang ingin mengantarkan anak-anaknya berlatih. Akibatnya, para orangtua bersepakat dengan pelatih untuk berlatih di kota kita, dengan resiko tidak ada lapangan!!! Bagaimana sebuah tim bermain tanpa lapangan? Sudah pasti kita harus berganti-ganti lapangan dengan menyewa. Pindah dari satu lapangan ke lapangan lainnya, dengan mengandalkan relasi sang pelatih. Kadang-kadang kamu dan teman-teman bermain di lapangan berbatu-batu sehingga banyak yang rusak sepatu bolanya. Kadang-kadang juga bermain di lapangan miring. Sesekali bermain juga di lapangan bagus, dengan harga sewa yang relatif mahal. Masalah lapangan ini sempat diutarakan oleh orangtua kepada sang pelatih, dengan maksud, apakah ada dukungan atau solusi dari manajemen SSB XYZ. Ternyata pelatih tidak menanggapi dan meneruskan kebijakan dan kebiasan berpindah-pindah lapangan. Akibatnya, setiap latihan selalu harus menunggu sms, menunggu informasi lapangan mana yang akan dijadikan tempat latihan. Masalah lainnya, khusus untuk kamu sendiri, Nak.. kali ini SSB XYZ tidak menyediakan pelatih khusus goalkeeper. Setiap latihan kamu hanya bertugas menjaga gawang tanpa pengembangan skil. Sekali waktu, pernah juga sang pelatih mendatangkan rekannya sang pelatih goalkeeper. Tetapi karena goalkeeper hanya seorang, tentunya sang pelatih goalkeeper ini harus dibayar khusus semacam privat les, dengan tarif 50rb/datang. Sungguh berat anggaran tambahan tersebut, karena itu ayah hanya memilih berlatih goalkeeper seminggu sekali (yang berarti harus mengeluarkan biaya 200rb/bln, di luar iuran keanggotaan, sumbangan sewa lapangan, sumbangan biaya konsumsi dan akomodasi, sumbangan jika mengikuti pertandingan). Dihitung-hitung, semenjak keluar dari SSB Gajah, pengeluaran untuk latihan bolamu lumayan besar, Nak. Tapi kami masih melakoninya dengan ikhlas karena lebih mementingkan kegembiraan kamu ketika bermain dan berlatih, dan berharap agar pelatihmu memiliki program yang jelas untuk perkembanganmu.
Namun, ibu juga tidak jelas kapan mulainya, tiba-tiba suatu hari kamu bertanding dengan tim dari kota lain. Diperkenalkan juga bahwa beberapa pemain dari tim itu kelak akan bergabung dengan tim kamu. Kamu dan teman-teman menyambut gembira meskipun agak heran. Ternyata, apa yang diucapkan pelatihmu itu bukanlah sekedar omongan. Di salah satu kompetisi yang kamu ikuti, tiba-tiba, beberapa pemain dari tim kota lain tersebut bermain bersama tim kamu. Tentunya kamu dan teman-teman harus menyesuaikan diri, karena pemain dari kota lain ini hanya bisa datang berlatih satu minggu sekali, bahkan beberapa diantaranya hanya datang saat pertandingan saja, sehingga mungkin kamu dan teman-teman belum paham gaya permainannya. Pada kompetisi pertama semenjak menjadi anggota SSB XYZ, kamu dan teman-teman bertanding hingga babak 8 besar. Tim kamu kalah dari tim SSB yang cukup tangguh pada pertandingan ketiga di hari yang sama. Tentunya sangat melelahkan bertanding 3x sehari di lapangan yang konon sangat panas dan berdebu sehingga semua teman-temanmu sudah nyaris kehilangan energi pada pertandingan terakhir. Sebaliknya, tim lawan sangat segar bugar karena mereka hari itu hanya sekali bertanding, yaitu melawan tim kamu.
Kompetisi berikutnya, lagi-lagi tim kamu terjungkal di babak awal, oleh sebuah tim yang para pemainnya berpostur jauh lebih besar, sehingga dicurigai berlaku curang memalsukan umur para pemain. Setelah diselidiki, ternyata dugaan tersebut tidak dapat dibuktikan sehingga sekali lagi tim kamu harus menerima kekalahan. Pada pertandingan ini, kamu nyaris cedera, Nak, karena ditabrak oleh salah satu pemain berpostur besar hingga terpental ke belakang dan kepalamu terantuk batu (maklum, untuk tingkat kompetisi seperti ini, mereka jarang menggunakan lapangan berkualitas baik).
Selain di SSB, kamu pun aktif di kegiatan sepakbola di sekolahmu nak, sebuah SMP Negeri. Bahkan di SMP ini kamupun dilibatkan menjadi goalkeeper tim yang cukup aktif mengikuti pertandingan. SMP kamu cukup berprestasi dalam olahraga sepakbola, sehingga itulah alasan kuat mengapa kamu memilih SMP itu, bukan SMP Negeri lainnya yang lebih dekat dengan rumah. Di SMP ini, kamu banyak bertemu dengan teman-teman yang berasal dari berbagai SSB seantero kota. Beberapa diantaranya sempat kamu kenal sebelum masuk SMP, melalui beberapa pertandingan yang pernah kamu ikuti. Permainan kamu di lapangan juga diamati oleh guru dan para orang tua yang menyempatkan menonton dan mendukung anaknya. Salah satu orangtua, rupanya sangat terkesan dengan penampilan kamu, sehingga menyempatkan diri berbicara dengan ayah, untuk mengusulkan agar kamu berlatih privat khusus goalkeeper di salah satu SSB lain di dekat sekolahmu, yaitu SSB ABCD, yang juga kebetulan menjadi tempat latihan beberapa teman-teman SMPmu. Sang orangtua ini, bahkan langsung menelpon sang pengelola SSB dan memberikan rekomendasi agar kamu langsung bergabung. Ayah berfikir, usulan orangtua temanmu ini bagus juga, karena semenjak keluar dari SSB Gajah, kamu nyaris tidak punya pelatih goalkeeper. Oleh karena itu, akhirnya ayah mengajak kamu berkunjung ke SSB ABCD, dan langsung mendaftarkan diri. Ternyata SSB ini bukan berupa privat les, tetapi SSB sungguhan dengan sederetan aturan administrasi yang jelas. Ketika mengisi formulir pendaftaran, SSB ini mencantumkan beberapa peraturan terkait tertib administrasi dan kedisiplinan. Biaya pendaftaran cukup terjangkau, iuran bulanan juga cukup ekonomis dan mereka memiliki tempat latihan yang cukup representative, yaitu sebuah lapangan bola di tengah-tengah kompleks militer, dilengkapi dengan ruang ganti dan toilet yang memadai. Sebelumnya, di SSB XYZ, jangan harap ketemu toilet. Kondisi toiletnya tergantung lapangan yang kita sewa, Nak. Kalo lapangan itu di pinggiran desa, toiletnya cukuplah semak-semak di pinggir lapangan. Untunglah sejauh ini, belum ada pemain yang kebelet pengen BAB ketika latihan. Hal yang lebih menyenangkan lagi untuk Ayah, ternyata sikap pelatih di SSB ABCD ini sangat friendly. Sang pelatih utama, sekaligus pengelola, menjelaskan program pelatihan yang mereka miliki, juga model latihan yang dibantu oleh beberapa asisten pelatih. Kamu juga diserahkan dengan satu pelatih khusus untuk goalkeeper yang konon langsung akrab dengan kamu sehingga kamu tidak merasa asing. Selain itu, beberapa teman sekolah kamu juga kamu temui di lapangan SSB ABCD ini, dan ternyata, beberapa diantara mereka, juga bergabung di SSB lain. Dengan kata lain, SSB ABCD tidak merasa harus membatasi pemain mereka. Bahkan, mereka dengan bangganya akan menawarkan pemain mereka ke SSB lain jika ada yang berminat. Prinsip yang digunakan oleh sang pelatih adalah bagaimana mendidik para pemain untuk mampu bermain di masa mendatang, bukan untuk memenangkan tim saat ini. Karena, menurut pelatih, sangat penting buat anak-anak tersebut dapat bermain dengan baik di tim manapun mereka berada kelak, bukan hanya di tim dimana mereka berada sekarang. Sang Pelatih, yang konon merupakan salah satu talent-scout di tingkat PSSI provinsi, lebih mementingkan kemampuan bermain bola mereka daripada kemenangan tim.
Oleh karena itu, nak, ayah tidak memilih mengeluarkan kamu dari SSB XYZ, tetapi memilih berlatih di dua SSB sekaligus. Di SSB ABCD dan XYZ. Di SSB ABCD kamu mendapatkan latihan goalkeeper yang memadai, di SSB XYZ kamu diharapkan mengasah kemampuan melalui pertandingan. Dalam kondisi seperti itu, kamu, bersama teman-teman di SSB XYZ mengikuti kompetisi Pengcab PSSI KU12. Pada kompetisi ini, bahkan kamu tidaklah membawa nama SSB XYZ sendiri, melainkan “join” dengan SSB lain, alias “pinjam nama”, karena ternyata SSB XYZ ini belum ter“daftar” sebagai SSB anggota Pengcab.

SSB lain yang mengajak “join” juga, meskipun sudah terdaftar, ternyata tidak memiliki tim yang cukup handal. Jadi, kamu dan teman-teman memasuki kompetisi Pengcab U-12 dengan nama join ini.
Menariknya, pada kompetisi Pengcab ini, tim kamu harus menghadapi tim SSB Gajah, ex SSB kamu dulu. Sudah tentu menjadi semacam beban moral untuk kamu semuanya, bagaimana kamu mempersiapkan mental menghadapi teman-teman kamu sendiri, dan juga para manajemen SSB Gajah, yang rupanya sekarang tiba-tiba berubah haluan, yang semula tidak “mengejar prestasi”, tiba-tiba berpartisipasi pada kompetisi Pengcab PSSI. Cuaca sedang buruk, Nak. Masa kompetisi tiba, beberapa pertandingan harus kamu hadapi berturut-turut. Selain pertandingan futsal di sekolah, kamu juga harus bersiap menghadapi pertandingan melawan tim lain, dan tentunya yang terberat SSB Gajah. Hampir tiap hari kamu pulang kehujanan dalam keadaan lelah usai bertanding. Ketika pertandingan melawan SSB Gajah, hujan besar dan guruh petir mengiringi pertandinganmu. Untunglah, kamu berhasil mengalahkan mereka 2-0 sehingga kamu boleh merasa sedikit lega dan melepas beban. (Ibu tidak membayangkan nak, andaikan kamu kalah dari mereka, sudah tentu kamu merasa sangat malu dan tertekan, seolah-olah dituntut untuk membuktikan “sesuatu” bahwa kamu dan teman-teman harus menjadi lebih baik setelah keluar dari SSB Gajah). Tim SSB Gajah juga cukup tangguh, Nak. Menurut rumor, mereka bahkan merekrut pemain dari SSB lain dan menawari pemain tersebut beasiswa untuk pindah ke SSB Gajah secara gratis. Tetapi, usaha mereka belum sanggup mendongkrak performa SSB Gajah. SSB ini tetap terjungkal di babak awal.
Sejalan dengan kompetisi Pengcab, SSB Gajah, bekerja sama dengan Koran local, menggelar sebuah liga dengan menggaet sponsor yang lumayan hebat, yaitu Honda. Publikasi yang bombastis, seleksi peserta yang ketat, dan metoda yang konon mereka sebut sebagai “sport science” membuat liga bintang Honda ini tampil sebagai sebuah event bergengsi yang hanya diikuti oleh 12 SSB se kota ini. Konsep “sport science” ini bahkan bolak-balik diusung dan dikemukakan di Koran tersebut, sebagai suatu “terobosan menarik pada pembinaan sepak bola di tanah air” yang konon dipelopori idenya oleh sang kepala UPT Sekolah Gajah yang juga merupakan pakar di bidang kesehatan peratletan. Tentunya kamu tergiur mengikuti liga tersebut, tetapi apa daya, SSB XYZ tidak mungkin mengikutinya karena hanya tim-tim dari SSB tertentu yang dilibatkan, itupun dengan persyaratan yang sangat ketat. Ketika awal berlatih di SSB ABCD, sang pelatih (yang ternyata juga menjadi salah satu “talent scout” yang diundang pada liga Bintang Honda tersebut) sempat menawarkan kamu untuk disertakan pada liga tersebut, misalnya, dengan memasukkan kamu sebagai goalkeeper cadangan di salah satu tim peserta liga. Ide ini langsung kamu tolak, Nak, karena kamu merasa tidak enak masuk ke Liga tersebut dan bermain di lapangan SSB Gajah karena kamu yakin, semua orang tahu bahwa kamu bukanlah goalkeeper dari tim itu. Kamu takut mereka akan mencecar dan memarahi kamu (Nak, pasti kamu trauma sekali waktu dimarahi salah satu pelatih tim yang pernah kamu kalahkan).
Rupanya, terlalu banyak terlibat pertandingan membuat kamu kelelahan Nak. Selain ikut tim futsal di sekolah, ikut pertandingan bersama SSB XYZ dan juga berlatih di SSB ABCD, ditambah dengan kondisi badan yang buruk, cuaca buruk, dan musim penyakit, kamu terserang sakit, Nak..!! Penyakitnya cukup serius, Hepatitis A, yang memaksa kamu untuk istirahat total. Selesai pertandingan dengan SSB lain, kamu berhenti bermain karena harus istirahat. Dokter memberikan ultimatum kamu tidak boleh berolahraga apapun selama 2 bulan jika ingin sembuh. Selama sakit, ibu dan ayah menyempatkan berdialog dan mengkaji apa yang paling kamu inginkan di masa depan, Nak… Apakah ingin tetapi bermain di SSB XYZ, atau pindah ke SSB lain, atau menetap di SSB ABCD. Ayah dan ibu mencoba mengajak berbicara jujur, apa yang ada dalam hatimu, Nak. Cerita-ceritamu ternyata membuat ayah-ibu sedikit kaget. Ternyata dalam beberapa pertandingan terakhir, pelatihmu sering mengucapkan kata-kata yang menjatuhkan motivasimu. Ketika kalah pada kompetisi lapangan debu, pelatihmu marah-marah kepada teman-temanmu, yang mengeluh kelelahan karena harus bertanding 3x sehari. “Jangan nyerah dong..!! Lawan….lawan sekuatmu”, Tapi pak.. kita kan capek banget.. sehari ini ada 3 pertandingan…, “yaaa tapi kamu harus usaha sekuatnya..!”.
Sebelum kompetisi Pengcab, sempat ada wacana untuk menempatkan kamu sebagai goalkeeper cadangan dan menggantikannya dengan pemain dari kota lain. Oalaah nak.. pantas di salah satu tweet mu kamu menulis “from hero to zero, dari pemain utama menjadi pemain cadangan….”. Di satu pihak, di sekolahmu, kamu sangat diandalkan oleh tim kamu (pada hari kamu tidak bisa bertanding di sekolah, karena harus bertanding di kompetisi pengcab, salah satu teman tim futsalmu membalas sms “ya, gpp, palingan tim kita kalah”, menunjukan betapa mereka mengharapkan kamu main..!), di tim XYZ, dimana kamu merasa sangat terikat, justru kamu diposisikan sebagai cadangan. Jadi, ternyata kamu menyimpan itu semua, kamu tidak pernah cerita, Nak.. bagaimana ternyata kamu sudah dikecewakan oleh orang yang sangat kamu kagumi dan kamu bela, yaitu pelatih kamu sendiri.
Tidak hanya sampai disitu nak, beberapa teman kamu ex SSB Gajah juga ternyata posisinya digeser oleh beberapa pemain dari kota lain dan dipindahkan sebagai pemain cadangan. Rupanya sang pelatih sekarang merasa sangat terobsesi untuk mengejar kemenangan tim, dan mulai mengabaikan teman-temanmu yang dulu sudah berkorban mengundurkan diri dari SSB Gajah, demi kesetiaan kepada sang pelatih. Kedekatan kamu dan pelatihpun sudah berkurang. Dulu kamu dipercaya sebagai kapten tim, dan sang pelatih selalu menyebarkan informasi atau mengingatkan kamu untuk berlatih melalui SMS. Sekarang, ketika kamu sakit, tak satupun SMS masuk dari sang pelatih, entah sekedar kabar bertanya atau dukungan motivasi. Wajarlah nak.. kamu merasa kecewa. Wajarlah nak, bahwa pada akhirnya kamu memilih untuk keluar dari SSB XYZ dan menimbang-nimbang untuk masuk SSB lain. Sayangnya, ternyata jalan pikiran kamu juga terbaca oleh beberapa teman-teman dan orangtua lain sehingga beberapa diantara mereka juga ada yang berfikir untuk pindah. Bahkan, ada satu orang yang akhirnya langsung pindah bergabung dengan kamu di SSB ABCD atas permintaan orangtuanya sendiri.
Nak, menurut ibu, itu hal yang biasa-biasa saja. Lagipula kamu tidaklah terpengaruh atau mempengaruhi orang lain, karena saat itu kamu sedang sakit dan tidak bisa berlatih dimanapun, baik di SSB ABCD maupun di XYZ. Ayah pun berpamitan baik-baik dengan sang pelatih, mengirimkan sms silaturahmi dan mohon ijin pindah dengan alasan kemudahan transportasi menuju tempat latihan dan ajakan teman-teman di sekolahnya. Sang pelatih pun menjawab sopan, “Silakan..Pak..” tidak ada kata-kata lainnya.
Salah satu teman dekatmu, yang sering meraih prestasi sebagai pemain terbaik, sempat mengutarakan ingin pindah karena merasa diabaikan oleh sang pelatih di SSB XYZ. Sang pelatih seringkali menjadwalkan pertandingan secara mendadak, dan sang pelatih tidak mempertimbangkan anak-anak yang sedang liburan sekolah. Karena mendadak, beberapa diantaranya tidak dapat mengikuti screening pertandingan karena terlanjur mudik atau pergi berlibur. Alih-alih membatalkan mengikuti pertandingan, sang pelatih memilih menggantikan mereka dengan para pemain dari kota lain. Ini membuat anak-anak tersebut kecewa, sehingga sempat tercetus ide untuk pindah juga. Salah satunya sobat kamu nak, yang juga kebetulan satu SMP dengan kamu. Di sekolah sang sobat sempat bercerita ingin pindah, bahkan juga sudah sempat mengunjungi lapangan SSB ABCD tempat kamu dan teman-teman SMP nya berlatih. Tetapi sang sobat menunggu kiriman biaya dari orangtuanya. Maklumlah, sobatmu ini ternyata hidup menumpang pada paman bibinya di kota ini dan tidak setiap bulan orangtuanya dapat mengirimi biaya. Hari Minggu lalu, teman-temanmu dari SSB XYZ mampir ke rumah, karena kebetulan mereka berlatih di lapangan yang dekat rumah. Sobatmu juga datang. Kamu menyempatkan bertanya, bagaimana rencananya apakah jadi pindah. Mendadak sobatmu berubah pikiran dan bercerita bahwa tadi ketika latihan dia ditegur habis-habisan oleh sang pelatih. Bukan hanya sang sobat, rekan kamu lainnya pun, yang juga sudah mendaftar di SSB ABCD, tetapi tidak keluar dari SSB XYZ, ikut ditegur. Teguran keras sang pelatih membuat dia membatalkan niat untuk pindah. Tapi, sang sobat tidak bercerita ucapan apa saja yang disampaikan sang pelatih ketika menegurnya.
Kemudian, keesokan harinya, kamu merasa heran karena sobatmu itu ketika di sekolah berkali-kali mendatangi kamu dan mengolok-olok kamu karena pindah dari SSB XYZ. Saking kesalnya, hampir kamu berkelahi dengan sobatmu itu. Karena prihatin, ayah akhirnya mendatangi salah satu orangtua temanmu yang sudah mendaftar di SSB ABCD dan konon temanmu ini juga dimarahi di lapangan ketika latihan terakhir hari minggu. Ayah terkaget-kaget ternyata bukan hanya dimarahi, tetapi mereka juga mendapatkan SMS yang bernada “menyakitkan” yang ditujukan langsung ke anak-anak, bukan ke orang tua. Ayah bertanya, apakah kamu juga dapat SMS itu dari sang pelatih? Kamu jawab, Ya.. tapi kamu tidak mau menunjukkan SMS itu, karena menurut kamu, “isinya terlalu menyakitkan, bu..!!”.

Ibu bujuk-bujuk kamu nak.. coba ibu lihat apa isinya.. akhirnya ibu berhasil membujuk kamu mem-forward sms itu ke nomor ibu karena kamu tidak ingin ibu membacanya dari telpon kamu. Ternyata benar, Nak.. SMS itu sangat kejam dan ibu tidak habis pikir, kok bisa-bisanya sang pelatih menuliskan SMS penuh ancaman seperti itu? Bahkan pada poin terakhir, lagi-lagi ancaman “tidak akan diterima kembali” dilontarkan. Sama persis seperti ancaman yang dibuat oleh SSB Gajah ketika kamu dan teman-temanmu mengundurkan diri. Malah menurut ibu, kali ini pelatihmu lebih ngawur, Nak.. karena sejauh yang ibu ingat, kita tidak pernah mengisi formulir pendaftaran, tidak pernah menerima pedoman tata tertib pelatihan, tidak juga pernah mendapatkan sambutan resmi dari pengurus resmi SSB XYZ. Semua hubungan dengan manajemen SSB XYZ selalu melewati sang pelatih. Sempat juga orangtua bertanya, seperti apa dukungan manajemen SSB XYZ terhadap tim kamu? Jawab sang pelatih, “Saya tidak akan meminta dukungan apapun, sampai saya bisa menunjukkan bahwa tim ini berprestasi”. Lhoo..lhoo.. Pak, kan biasanya untuk berprestasi itu perlu dukungan, bukannya setelah berprestasi baru diakui dan didukung. Bukankah ketika berprestasi, akan melambungkan nama SSB XYZ juga? Lagipula, bagaimana bisa menciptakan prestasi kalau lapangan pun berpindah-pindah, dan tim ini baru mulai berkiprah sejak Agustus lalu? Tapi pertanyaan itu tidak pernah terlontarkan, saking hormatnya orangtua kepada sang pelatih. Jadi, ibu terkaget-kaget ketika sang pelatih mengirimkan sms seperti itu. Atas dasar apa sang pelatih tiba-tiba berani mengeluarkan ultimatum seperti itu ya?? Apakah mereka membayar kamu, Nak? Apakah tim kamu sudah menghabiskan uang mereka, Nak? Sejauh yang ibu ingat, setiap ada seragam baru, biaya pertandingan, akomodasi, sewa lapangan, semuanya ditanggung bersama oleh orang tua.
Jadi nak, ibu jadi teringat bahwa sang pelatih ini adalah korban manajemen SSB Gajah, dan sayangnya, ternyata sang pelatih ini memperlakukan orang lain sama seperti perlakuan SSB Gajah terhadap dirinya. Ibu lebih prihatin kepada kamu dan teman-teman, Nak..!! Setelah diperlakukan kasar oleh SSB Gajah, karena membela kesetiaan terhadap pelatih, ternyata enam bulan kemudian, kamupun diperlakukan sama oleh sang pelatih. Jadi apa bedanya pelatih ini dengan orang-orang di SSB Gajah ya?? Apakah dirinya berlaku demikian justru karena terilhami oleh perilaku orang-orang di SSB Gajah?
Nak, jauh di dasar hati, ibu tidak terima perlakuan mereka kepada kamu dan teman-temanmu, Nak..! Kamu ini hanyalah anak-anak, sekumpulan anak-anak yang suka bermain bola dan bermimpi, mungkin suatu saat dapat bermain bola beneran dan memberikan kebanggaan buat orang-orang di sekelilingmu Nak. Tapi, perjalanan masih panjang, Nak.. terlalu dini untuk disakiti, terlalu muda untuk dipatahkan, dan juga terlalu awal untuk menyerah.
Ibu tidak bisa menghalangi mereka untuk menyakitimu, Nak. Ibu pikir, itulah dunia yang akan kamu hadapi nanti. Dunia orang-orang yang merasa berkepentingan terhadap kamu dan merasa bisa mengatur kamu sesuka mereka. Orang-orang yang merasa bisa memanfaatkan keringatmu untuk kepentingan mereka. Jadi, ibu hanya bisa berdoa Nak, semoga kamu kuat menghadapi semuanya. Semoga kamu tidak patah, terluka atau tersakiti terlalu dalam. Seperti kata peribahasa Something that not kill you only make you stronger..!!!