Rabu, 30 Januari 2008

Alam yang berduka

Sudah 2 hari ini, senin dan selasa, tiap siang dan sore terjadi hujan besar disertai angin. Senin kemaren, tgl 28/01/08, sekitar jam 16.00 sampe 17.30 terjadi hujan yang diiringi oleh angin kencang, plus guruh petir. Pohon sampe meliuk-liuk, cipratan air hujan bergelombang menerpis kaca jendela bahkan menembus ke beberapa celah ventilasi. Atap seng berderak-derak, sebagian seperti yang mau terangkat. Pokoknya suasananya mencekam dan mengerikan. Bilal sampe mengedor-gedor pintu kamar mandi, meminta supaya aku cepat-cepat keluar dan ikut berkumpul bersama. Dia ingin semua naggota keluarga kumpul di satu tempat.
Kebetulan, sehari sebelumnya, Minggu, 27/01/08 mantan presiden Suharto baru meninggal. Nah, dikaitkan dengan peristiwa ini, tiba-tiba suamiku nyeletuk ke Bilal, 'Begitulah nak.., kalo ada pemimpin besar yang meninggal, alam juga ikut bersedih'. Entah apa tendensinya, mungkin sekedar mengingatkan aja. Meskipun Bilal belum tau, apa bener pak Harto itu pemimpin besar. Tapi dia mempertegas, 'o.. gitu ya, Yah!! Alam juga ikut sedih ya.., wah.. seperti apa ya keadaan alam waktu Nabi Muhammad SAW meninggal ? Mungkin lebih dahsyat menunjukkan kesedihannya dibandingkan sekarang?', Nah lho... aku cuma bisa ngomong 'Iya... Nak', sambil berharap, mudah-mudahan dia nggak nanya-nanya lebih lanjut, seperti apa bentuk kedukaan alam waktu itu, karena pasti aku nggak bisa jawab. Suamiku juga buru-buru ngeloyor pergi. Mungkin dia juga segen mengomentari lebih lanjut, atau mungkin, agak menyesal, keburu berucap suatu kesimpulan yang ternyata bisa digeneralisir lebih lanjut oleh anakku.

Tidak ada komentar :